Banker on Writing

Ketika menulis adalah kebutuhan : katarsis, belajar dan berbagi

(KE)PANTAS(AN)


Dan karena ada hukum kepantasan bagi segala sesuatu, maka ia yang memperbaiki dan akan menjadi pantas bagi kehidupan yang terperbaiki.
Meniru-lah, karena meniru adalah jalan terpendek untuk menjadikan diri Anda sama degan pribadi yang Anda kagumi.

(Mario Teguh Super Talk, Copying To Greatness)

Melanjutkan cerita tentang Pak Thomas, semalam saya mendapatkan respon balik yang luar biasa dari beliau.

Malam tadi, begitu selesai nge-blog, saya sms ke beliau : "Malam, Pak Thomas. Talk Show yang luar biasa tadi sore. Saya beruntung bisa mengikutinya, meskipun secara "tak sengaja" karena niat saya ke Gramedia utk membeli alat tulis utk anak2. Terima kasih pencerahannya, salam sukses luar biasa untuk anda! Insya Allah kita akan bertemu dalam keadaan kita yang semakin baik! Amien."

Sebelum acara talk show dimulai, kami memang sempat mengobrol cukup banyak. Beliau yang parlente dengan sepatu mengkilat, kemeja putih dan jas hitam, dan saya yang hanya bercelana pendek, memakai t-shirt "rumahan" dan hanya bersandal santai. Sangat kontras! Hehe...

Kami sempat bertukar buku. Lebih tepatnya, saya membeli buku beliau. Dan saya, dengan "tak tahu malu" memberikan buku karya saya; yang saya beli sendiri secara mendadak di Gramedia Matraman itu juga. Maklum, karena lagi pingin nyantai, jangankan buku. Kartu nama saja tidak sempat saya cek "stok"-nya di dompet... hehe.

Saya meminta "petuah" tertulis dan tanda tangan beliau di buku yang saya beli. Beberapa menit kemudian, dengan rendah hati, ganti beliau yang minta tanda tangan saya! Hahaha... narsis : laku juga tanda tangan saya, diiringi tatapan heran orang-orang yang ada di sana. Mungkin mereka pikir, siapa orang dengan penampilan "tak pantas" ini? Hehehe...

Kembali ke sms, bagaimana respon beliau? Ya, beliau tidak membalas sms saya!
Lalu? Tapi beliau justru menelpon langsung saya!

Wah, jadi malu nih. Keliatan banget kalo saya ngirit pulsa.. hihihi.

Kami berbicara lagi panjang lebar. Berkisah. Bercerita. Saling menyemangati. "Berjanji" untuk bertemu lagi. Makan siang. Kongkow bareng. Main ke kantor. Bertukar informasi. Dan sebagainya. Dan lain-lain.

***

Setelah obrolan di telpon itu, saya berpikir. Saya ini siapa, Pak Thomas itu siapa.

Tentu kehormatan besar bagi saya, beliau merespon perkenalan singkat kemarin sore dengan sikap yang seperti itu. Beliau yang benar-benar merangkak dari nol, selalu menjadi yang terbaik di sekolah lanjutan atas di Djogja, mampu membiayai sendiri kuliahnya, memperoleh nilai A dalam tugas akhir pendidikan Strata 1-nya, peraih Top Sales No. 2 in Commission se-Indonesia 1996, pemegang hak franchisee pertama dari maestro properti Indonesia Bapak Ciputra di tahun 1997, bekerja di perusahaan asuransi terbaik 6 tahun berturut-turut (2002-2007) versi majalah Investor, peraih kesempatan jalan-jalan ke 25 negara, pemilik lembaga pendidikan anak SMARTKIDS, pemilik perusahaan properti yang menerima predikat "Best Sales Team in Agency Property in Indonesia" versi sebuah majalah marketing, juga public speaker yang merupakan anggota resmi Indonesia Toastmaster International Club; memberi respon yang sangat baik kepada saya yang masih "kecil" ini.

Saya kira, itulah wujud nyata aplikasi ilmu yang Pak Thomas sebarkan di bukunya. Dari kisah-kisah yang disampaikan, memang tampak sekali adanya kemauan untuk "MEMBERI". Bahkan kepada siapapun, tak harus ia adalah calon klien, ia calon nasabah, atau ia bakal sangat "menguntungkan" atau tidak.

Memang, secara umum, "teori" dalam buku "Your Great Success Starts from Now!" yang ditulis Pak Thomas tidak banyak berbeda dengan buku-buku pengembangan diri lainnya. Yang menjadikannya menarik dan khas adalah, beliau banyak sekali berkisah tentang contoh aplikatif, yang memang ia lakukan dan ia buktikan hasilnya sendiri. Beliau juga menuntun kita untuk TAKE ACTION dengan selalu membuat daftar "THINGS TO DO". Beliau tidak sekedar mengajari cara, tapi mengajak ke arah implementasi.

Di dalam kisah-kisah aplikatif itu pula, saya melihat bahwa "respon" yang beliau berikan kepada saya adalah satu contoh nyata, yang membuktikan bahwa apa yang ia sampaikan dalam buku, memang beliau praktekkan di lapangan. Dan itu yang saya yakini adalah salah satu kunci sukses pak Thomas.

***

Salah satu implementasi yang saat ini segera saya lakukan adalah kembali meneguhkan mindset : saya tidak boleh merasa "tidak pantas" untuk berteman dengan siapa saja. Yakinkan diri bahwa memang kita "pantas" berkawan dengan siapapun, tak terkecuali "orang-orang hebat" yang mungkin semula hanya pernah kita lihat di media, atau mendengar namanya diperbincangkan publik.

Benar, bahwa kita tidak bisa menunggu "kepantasan" itu. Kita sendiri yang harus menciptakan "kepantasan" kita. Kitalah yang harus membuat diri kita menjadi "pantas", dengan berpikir, berbuat, bertindak dan berlaku "pantas".*)

Dalam hal kerja, selalu berpikir dan bertindaklah sebagai yang terbaik. Sehingga, ketika kita dipromosi, maka orang-orang akan berkata bahwa memang "sangat pantas" jika kita yang dipromosikan. "Si Fulan memang pantas naik jabatan. Orangnya memang berotak brilian, punya banyak ide yang implementasinya benar-benar menghasilkan, bisa bersikap baik dengan atasan, sesama anggota tim maupun bawahan, bla bla bla, bla bla bla..."

Saya pun, harus berusaha menciptakan "kepantasan" itu. "Pantas" untuk berkawan dengan Pak Thomas. "Pantas" untuk dijadikan tempat bertanya bagi siapapun. "Pantas" untuk sukses di karir. "Pantas" untuk menjadi wirausahawan sukses. "Pantas" menjadi penulis populer. Termasuk, "pantas" untuk menjadi blogger yang di-link blognya oleh orang lain... hehehe.

Berkaitan dengan penciptaan "kepantasan" itu, maka kita dituntut untuk bisa berpikir dan berlaku sebagaimana orang dalam idealita kita. Untuk "pantas" disebut sebagai orang pintar, maka selalu belajarlah. Karena, orang pintar adalah orang yang senantiasa belajar.

Untuk menjadi orang sukses, maka bekerja cerdaslah. Karena, orang-orang yang sukses itu selalu bekerja dengan cerdas.

Untuk menjadi orang "besar", berlakulah sebagaimana Anda telah menjadi orang "besar". Dan untuk bisa tahu bagaimana menjadi orang pintar, orang sukses dan "orang besar", banyaklah berteman dengan orang-orang pintar, orang-orang sukses dan orang-orang "besar".

Kita lima tahun mendatang adalah dengan siapa-siapa kita bergaul, dan buku-buku yang kita baca. Bukankah begitu, kata orang bijak?

So, tak ada lagi alasan untuk tidak menjadi orang yang "pantas", jika kita memang mau belajar dari orang-orang sukses dan hebat itu. **)


Salam,

Fajar S Pramono

Notes :
*) Istilah "kepantasan" ini saya peroleh dari acara Bapak Mario Teguh, dalam acara Mario Teguh Business Art.

**) Tentang "kepantasan" dari Bapak Mario Teguh, ada sesuatu yang bagus yang saya ambil dari tulisan Mas Syamsul di www.syaarar.com. Saya cuplik sebagai berikut :

Banyak poin-poin yang bisa saya ambil dari acara MTBA kemarin yang mengambil topik Copying To Greatness. Salah satu poin yang saya dapatkan adalah "Apakah Kita Dipantaskan Untuk Mengcopy Pribadi Seorang Yang Kuat"

Banyak orang yang merasa kecil, lemah, tidak berguna, sehingga tidak bisa memantaskan dirinya untuk bisa lebih baik dari apa yang ada pada dirinya sekarang. Seberapa banyak orang yang merasa tidak pantas berhasil, karena merasa dirinya tidak pantas untuk meniru pribadi-pribadi yang kuat, padahal keberhasilan orang yang kita tiru adalah salah satu jalan pintas buat kita untuk mencapai keberhasilan yang lebih cepat. Kenapa kita harus menolak kepantasan itu?

Setiap orang pantas dan dipantaskan untuk mengcopy pribadi apapun yang dia inginkan, tapi yang menjadi pertanyaannya "Apakah Pribadi Yang Ingin Kita Copy Mempunyai Kepantasan Untuk Di Tiru?"

Terima kasih, Mas Syamsul.

***) Ilustrasi foto : img78.photobucket.com

2 komentar:

Iya Mas, kepantasan butuh energi & mental yang kuat,dan itu belum saya miliki,thanks ya......!

 

Gus Nhanks, Sampeyan itu sebenarnya terlalu merendah kok. Sampeyan sudah 'pantas' sebenarnya...

Inget, Gus. Rendah hati baik, rendah diri jangan! :)

Kalau aku mah, yang jelas rendah badan... hehe.