---
sebelum meneruskan membaca posting kali ini, ada baiknya kita tengok posting terdahulu : "Hasrat Merubah Diri", Selasa 17 Juni 2008. Tentang sebuah penyesalan. Juga tentang sebuah keinginan. Keinginan merubah dunia, yang pada akhirnya disadari, bahwa untuk itu ia harus merubah dirinya sendiri terlebih dahulu. Baru keluarga. Baru negeri. Baru dunia.... ---
***satu***Adalah kisah keluarga Ikhsan Brilianto, seorang anak SMP usia 14 tahun, yang ingin saya ceritakan di sini.
Ikhsan adalah salah satu peserta termuda di antara ratusan peserta Lomba Karya Ilmiah Remaja Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LKIR-LIPI) bidang Ilmu Pengetahuan Sosial dan Kemanusiaan. Ia baru kelas III, di sebuah SMP di Yogyakarta. SMP Negeri 5.
Pawiyatan Gangsal Ngayogyakarta, istilah Ikhsan dalam profil
friendster-nya.
Namun, siapa yang berani mengatakan, bahwa kemudaan juga berarti keminiman kualitas?
Terbukti, karya ilmiahnya yang berjudul "
Bom Waktu Dunia Pariwisata di Yogyakarta (sebuah studi tentang praktik-praktik pramuwisata liar)" terpilih menjadi Juara Pertama untuk bidang sosial dan kemanusiaan tersebut.
Ikhsan berhak mengantongi 18 juta rupiah plus kesempatan menghadiri
The 1st APEC Future Scientist Conference di Gyeongnam, Korea, akhir Agustus 2008 ini.
Tapi, bukan hadiah itu yang ingin saya ceritakan.
Dengan informasi yang saya akui masih sangat terbatas, saya ingin ceritakan, apa yang kira-kira bisa membuat Ikhsan dapat terus menciptakan prestasi demi prestasi. Berdasarkan
curiculum vitae-nya, bukan kali ini saja ia mencetak prestasi. Awal 2007, ketika masih kelas I SMP, Ikhsan telah berhasil memperoleh Juara Harapan I Lomba Penelitian Ilmiah Remaja (LPIR), dengan karyanya "
Prospek Pedagang Klithikan sebagai Alternatif Wirausaha di Yogyakarta."
Orisinalitas ide, kuatnya energi dalam penuangan ide, serta adanya tawaran solusi memang menjadi keunggulan karya-karya Ikhsan.
Di luar penelitian ilmiah, sejak SD Ikhsan juga telah mencetak banyak prestasi, seperti Juara 1 Siswa Teladan SD se-Kabupaten Bantul 2005, Juara 1 MTQ Pelajar se-Provinsi DIY untuk tingkat SD tahun 2005, Juara 1 Tari Klasik se-Kabupaten Bantul 2005, serta Juara 1 MTQ Pelajar Tingkat Provinsi Golongan Anak-anak tahun 2007.
Luar biasa, karena dari situ juga tampak adanya ketertarikan Ikhsan di bidang religi dan seni budaya, yang kini seringkali kita saksikan justru "dijauhi" anak-anak muda.
***dua***Kembali ke pokok cerita, apa yang kira-kira membuat Ikhsan terus berprestasi?
Kondusivitas lingkungan keluarga!
Ya. Saya melihat, lingkungan keluarga Ikhsan sangat kondusif bagi proses pembelajaran sekaligus proses pembentukan karakter Ikhsan.
Ikhsan adalan anak bungsu dari pasangan Farida (51) yang guru ekonomi, dan Yati Utami (43) yang guru biologi.
Sebagai anak yang juga dilahirkan oleh pasangan guru, saya merasakan sendiri bagaimana pola pendidikan keluarga yang diajarkan sangatlah berbeda dengan anak dari keluarga lain. "Warna" dari sistem pembelajaran yang diberikan, sangat berbeda dengan teman-teman sebaya yang kebetulan anak dari seorang dokter, atau anak dari seorang wiraswastawan.
Benar kata agama. Anak ibarat kertas yang putih dan bersih. Mau diwarnai apa, semua tergantung dari orang tuanya.
Keseharian Ikhsan, memang sedikit berbeda dengan mayoritas teman sebayanya. Ia tetap mengaku suka
game online. Suka
playstation. Tapi, ia mengaku "tak terjebak".
Sehari-hari, ia suka menjelajahi dunia via internet. Yang berbeda lagi, sejak kecil, Ikhsan lebih senang berkumpul dan membicarakan hal-hal "penting" bersama orang tua dibanding bermain tak karuan.
Kini, di saat sebayanya lebih rajin berburu album-album pop, rock dan sejenisnya, Ikhsan lebih senang mendengarkan nasyid dan melagukan ayat-ayat Al-Qur'an (kiroah). Itu juga yang menyebabkan dirinya mantap menjadi vokalis nasyid di sekolahnya. Bahkan saat ini Ikhsan tengah serius untuk menghafal ayat-ayat Allah.
Subhanallah.
Keseharian lain, ia rajin berlatih tari di Sanggar Tari Pujokusuman. Sebuah kegiatan, yang saya yakin banyak laki-laki sebayanya justru "malu" untuk melakukannya. Ingin tahu alasan Ikhsan berlatih menari? "Untuk melatih kesabaran dan menjaga keseimbangan otak," katanya. Sungguh, suatu jawaban yang sangat "dalam" dan filosofis, yang keluar dari mulut seorang anak 14 tahun.
Sang Ibu --Yati Utami-- sendiri mengaku tidak pernah membebani anak-anaknya dengan prestasi. Ia hanya menekankan, aksesori hidup sejatinya bukanlah benda. Pengalaman dan hikmah dari apa yang dialami dalam kehidupan, menurutnya jauh lebih penting. Dan itu lebih berharga sebagai bekal dalam mengarungi hidup dan kehidupan.
Tapi, lihatlah. Dengan penekanan pada pengalaman dan hikmah, prestasi demi prestasi justru ikut dengan sendirinya.
Sang Ibu, merupakan peraih Juara II Lomba Karya Ilmiah Guru (LKIG) LIPI bidang Matematika, IPA dan Teknologi tahun 2007. Sang kakak satu-satunya --Kartika Afridah Fauziah (17)-- yang saat ini belajar di SMA 1 Yogyakarta, baru saja meraih Medali Perak pada Olimpiade Sains Nasional (OSN) VII di Makasar, yang baru berakhir Kami 14 Agustus 2008 lalu.
Ikhsan sendiri, mengaku mulai tertarik pada karya ilmiah dan riset setelah melihat modul penelitian dan salah satu karya ilmiah yang dibuat oleh kakaknya.
***tiga***Adakah Anda merasa, kondisi di keluarga Ikhsan memiliki andil yang besar bagi pembentukan karakter sekaligus pencapaian-pencapaian prestasi Ikhsan?
Adakah Anda telah "membaca" sebuah kenyataan, bahwa lingkungan keluarga yang kondusif akan sangat berpengaruh pada kualitas para anggotanya?
Adakah Anda tergelitik, untuk melihat kepada keluarga kita masing-masing, kondisi seperti apa yang selama ini kita ciptakan?
Adakah Anda ingin, perubahan dunia bisa diawali --salah satunya-- dari keluarga Anda?
Saya sendiri merasa, "membaca", tergelitik, dan ingin....
Salam inspirasi,
Fajar S Pramono Notes :1/ Tentang Ikhsan, Anda bisa baca Kompas edisi Rabu 27 Agustus 2008, halaman 16. Berita lainnya, silakan googling dengan key word "Ikhsan Brilianto". Lebih dari dua halaman pertama, semua tentang Ikhsan dan prestasinya.
2/ Foto diambil dari friedster Ikhsan.
1 komentar:
Betul Mas,suasana kondusif di dalam lingkungan keluarga sangat berperan dalam perkembangan anak-anak saya,meski anak-anak saya belum berprestasi namun suasana di dalam keluarga sudah demokratis & terdapat dialog diantara anggota keluarga,semua hal dibicarakan untuk mendapatkan sebuah putusan bersama (meski terkadang dominasi sang suami/bapak terkadang meluncur begitu saja, untungnya riuh rendah 'protes' anak-anak menjadi sebuah kontrol yang sangat manjur)
Posting Komentar