Banker on Writing

Ketika menulis adalah kebutuhan : katarsis, belajar dan berbagi

MAKE COMPETITORS, NOT FRIEND


Mencari kompetitor? Mau cari masalah, Bung?

Bukannya kompetitor bisa menjadi ancaman bagi usaha atau upaya kita, yang bisa mengantarkan kita pada ”ketidakberhasilan”?

Bukannya kehadiran kompetitor justru bisa membahayakan dan menjadi kerikil atau bahkan tembok penghalang bagi langkah-langkah perjalanan kita?

Anda tidak salah. Itu bisa jadi benar, tapi –tetap saja— bisa jadi kurang benar. Tergantung konteks dan bagaimana kita menyikapinya.

Kira-kira, kalau saya ingin menulis buku dan kemudian mengafirmasi hanya kepada diri sendiri, berapa besarnya semangat atau motivasi yang timbul? 20? 50? Lebih?

Sebutlah salah satu angka : 50. Catatan : ini bukan angka kebenaran. Ini sekedar konstanta untuk contoh.

Nah, jika kita mengafirmasi keinginan itu dalam sebuah kelompok umum, dalam sebuah forum yang heterogen, atau dalam keluarga, kira-kira berapa besar semangat atau motivasi yang timbul? Kurang dari 50 atau lebih dari 50?

Saya yakin, ”nilai”-nya akan naik daripada case pertama (afirmasi kepada diri sendiri). Anggaplah 65.

Kenapa? Karena, ada rasa malu kepada teman-teman jika ternyata kita hanya omdo alias omong doang. Lantas juga, ada yang akan mengingatkan ketika langkah-langkah kita tidak menyasar kepada tujuan yang sudah kita afirmasikan tadi. Di sisi lain, kita sangat ingin membuktikan eksistensi dan kemampuan kita, bahwa afirmasi tadi bukan sekedar mimpi di siang bolong.

Nah, kalau kita sama-sama penulis, lalu kita sepakat ”berlomba” lebih cepat membuat buku tahun ini, berapa besar atau nilai semangat yang timbul?

Saya yakin, akan lebih besar lagi. Lebih dari 65.

Kompetitor (mungkin) bisa menjadi ”penjegal”, namun bisa juga dijadikan ”leverage”.

Orang yang sukses tanpa pesaing, adalah sebuah kelumrahan. Wajar. Biasa.
Namun, orang yang bisa sukses di tengah pesaingnya yang bejibun, itu baru luar biasa.

Kadangkala, kita butuh persaingan. Butuh kompetitor. Ingatkah Anda tentang zona nyaman yang membuat seseorang ”terlena” dan merasa tidak perlu ”bergerak” dan ”berubah”?

Suatu zona pencapaian tujuan seringkali seperti zona nyaman itu. Merasa ”aman”, maka kita diam. Kita stag. Seadanya. Tak perlu ada yang ”ditakuti”.

Pada akhirnya, upaya kita, usaha kita, bisnis kita, ya hanya begitu-begitu saja. Growth mungkin selalu ada, tapi dalam prosentase yang minimal.

Sementara, jika kita punya kompetitor, maka kita dituntut untuk kreatif, jeli melihat peluang, selalu berpikir inovatif, lebih rajin dan giat dalam bekerja atau berbisnis, dan seterusnya. Dengan adanya tuntutan itu, maka pertumbuhan akan terjadi dalam prosentase yang lebih tinggi.

Saya yakin, Anda sering mendengar istilah : The Power of "Kepepet". Orang Indonesia –katanya- lekat dengan istilah itu. Jika dipaksa oleh keadaan, apapun tiba-tiba bisa dilakukan, sehingga apapun bisa terjadi. Termasuk yang semula dianggap tidak mungkin.

Ada suatu keadaan yang “memaksa”. Itu clue-nya.

Istilah “kompetitor” sendiri, jangan senantiasa diartikan sebagai pesaing yang muncul secara alami sesuai hukum pasar. Jika kita masih kurang ”pede” dengan kompetitor yang ini, maka kita bisa menciptakan kompetitor dalam bentuknya yang lain.

Begini. Saya beri contoh saja.

Saya dengan Uda Roni TDA bisa saling menempakan diri sebagai kompetitor dalam “perlombaan menulis buku” tadi. Apakah kami akan saling “membahayakan” satu sama lain?

Tidak. Karena saya menulis tentang kredit bank, Uda Roni menulis tentang lifestyle entrepreneurship.

Tapi, apakah salah jika saya ”menantang” beliau : ”Ayo, Uda. Kita berlomba; cepet-cepetan nulis buku!

Jika Uda Roni mengiyakan, maka ia menjadi kompetitor saya. Saya menjadi lebih semangat, dan beliaupun –harapan kami—tak kalah semangat.

Antara Uda Roni yang pebisnis baju muslim dengan Mas Hadi Kuntoro yang jualan selimut, bolehkah berlomba untuk menghasilkan angka penjualan sebelas digit dalam setahun?

Boleh sekali, dan sangat baik. Itu juga ”kompetisi positif”.

Berbahayakah bagi bisnis masing-masing? Tentu tidak, karena mereka beda komoditi. Yang terjadi justru semangat untuk membuktikan, bahwa mereka sama-sama mampu.

Jadi, kompetitor ada 2 macam.

Pertama, kompetitor ”alami”, yang tumbuh dalam persaingan nyata antar pelaku bidang yang sama dalam pasar sempurna.

Kedua, kompetitor yang sengaja diciptakan dalam rangka menggali inovasi, memacu kreatifitas, memompa semangat, dan sebagainya yang sifatnya membangun.

Keduanya harus selalu disikapi sebagai sarana ”pelecut”. Sebagai pengungkit bagi keberhasilan kita di masa mendatang.

So, bagaimana? Are you ready to make competitors?


Salam,

Fajar S Pramono

Notes :
Judul posting ini diilhami oleh pencerahan seputar “Branding for UKM” yang diberikan rekan Sumardy, konsultan Octovate Consulting Group dalam Forum TDA 04 Juli 2008. Beliau mengenalkan istilah “Make enemies, not friend” sebagai rule ke-sembilan (kalau tidak salah mencatat urutan) dalam upaya branding di atas.

0 komentar: