Banker on Writing

Ketika menulis adalah kebutuhan : katarsis, belajar dan berbagi

UJAN. KESEIMBANGAN.


Seharian semalaman, boleh dibilang, ujan tak berhenti. Sedih juga, karena Sabtu pagi tadi nggak bisa tenis. Tapi seneng juga, karena akhirnya aku nggak jadi nyesel, karena memang sesungguhnya pagi itu aku harus nganter Faya naik pentas. Main operet. Jadi kupu-kupu.

Sedih lagi, karena sore barusan musti nerobos ujan untuk ngambil kerjaan di kantor, ”kiriman” anak buah yang overload. Kasian kalo tak dibantu. Lagian, kerugian tim juga jika aku sebagai leader tak mau sekali-kali ”turun” dan ”menjadi” mereka.

Seneng lagi, karena dengan kemauan nerobos ujan, aku jadi bisa ke Pak Tessy, beli Media Indonesia dan Koran Jakarta. Bisa juga mampir Indomaret. Beli Indomie goreng kesukaan, yang belakangan ini sengaja tidak di-stok ame bini gare-gare diabisin mulu ama pembokat. Hehe... Pelit ya? Tauk ah! :)

By the way busway, ujan seharian semaleman, ternyata bikin seger juga. Siang tadi, aku bisa nyaman nge-net di ”meja kerja” tanpa perlu kipas-kipas. Adem.

Teh anget yang biasanya jarang kusentuh ketika masih panas, jadi nikmat banget dinikmati sembari ditiup. Kaos sempit yang biasanya kuhindari karena mampu mempercepat proses ”keringetisasi”, bisa kupake tanpa khawatir segera basah.

Kesimpulannya, setelah panas yang tak pernah merasa capek mendera beberapa waktu terakhir ini, ujan menjadi sesuatu yang sangat menyegarkan. Semoga ini juga yang terjadi di sembilan desa di Kecamatan Terisi, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat.

Jujur sejujur-ajurnya, hatiku trenyuh banget waktu membaca berita di Republika hari ini, Sabtu 14/06/08, bahwa warga kesembilan desa tersebut (Karangasem, Rajasinga, Cikawung, Jatimungkul, Jatimulya, Plosokerep, Cibereng, Kendayakan dan Manggungan) melakukan ikhtiar, tirakat dengan menjalankan puasa tiga hari sejak Senin sampe Rabu, 9 sampe 11 Juni lalu. Seperti sunnah Nabi Muhammad SAW.

Kamisnya (12/06/08), warga kesembilan desa itu menggelar Sholat Istisqo. Demi kebasahan. Demi ketidakkeringan. Demi keberhasilan panen. Demi cucu anak istri. Demi keberkahan untuk semua.

Luar biasa. Aku hanya bisa membantu do’a dan mengucap ”Amieenn...” yang panjang. Dalam hati. Semoga Allah SWT mengabulkan.

Sesuatu yang ’terlalu’ memang lebih banyak tidak baiknya. Kemarau yang terlalu lama, menciptakan kekeringan. Ujan yang terlalu lama, bisa bikin banjir. Kerjaan yang terlalu overload, juga bisa bikin sakit. Bukti nyata : 4 hari dari 5 hari kerja di kantorku diisi oleh ketidakhadiran 3 orang dari 7 orang anggota timku yang tidak masuk karena sakit secara bergantian! Itu pun harus dengan catatan : 2 orang lainnya memaksa masuk meski jeritan khas hidung berupa ”...hatsyii!” dan rasa greges-greges mengiringi.

Tidur dan istirahat terlalu lama pun, tidak baik. Ia bisa bikin ‘aras-arasen’, alias males di sesudahnya. Olah raga yang katanya baik untuk kesehatan, berbalik menjadi penjajah bagi kesehatan jika tenaga terlalu terforsir.

Bahkan percaya atau tidak, terlalu baik hati pun seringkali menciptakan ‘masalah’ bagi si empunya hati. Yang dimanfaatkan orang lain lah, yang dibohongi lah, dan sebagainya. Tapi, yang terakhir ini versi dunia. Versi akhirat, wallahu a’lam bishawab.

So, semua memang butuh keseimbangan. Harus ada kering, harus ada ujan. Musti kerja keras, musti juga istirahat.

Itu kesimpulannya. So, mari tengok kepada diri kita sendiri, saat ini kita sedang ”terlalu” apa? Segera cari ’lawan’-nya. Cari keseimbangannya.

***

Salam,

Fajar S Pramono

0 komentar: