Ketika kebuntuan
menjelujurkan jemari di hati yang meruah
Ketika jelejak sesak
menelikung bara sebuah tubuh yang menggelisah
Tak lagi tercipta opsi
Bahwasanya,
aku inginkan sunyi
Meretas jalanan dalam arahan kawan
Pilihan hati tak kuasa menjati diri
Ditikam tawan kesumpekan yang melemparkan
Kedua kali,
aku inginkan sunyi
Berseberang memang tak selamanya bermusuhan
Berjalan beriring jua tak senantiasa satu rasa
Lalu, apatah arti mendiri nafas
Jika tak nampak sepotong batang tujuan
Kacau balau galau
Ketiga kali dan selebih,
aku inginkan sunyi
Tak terperi dan justru seringkali; bagiku
Kesunyian adalah damba yang meramaikan
Gunung Agung Kwitang, 270508***
Salam sastra,
Fajar S PramonoNB :
Ilustrasi diambil dari ilustrasi cerpen di Media Indonesia.
0 komentar:
Posting Komentar