Banker on Writing

Ketika menulis adalah kebutuhan : katarsis, belajar dan berbagi

SEDIH, TAPI JUGA SENANG



Swear, subuh ini saya sedih. Dibilang sedih banget, mungkin iya. Tapi, dibilang nggak banget, iya juga.

Ini tentang Piala Eropa. Dan khusus, untuk pertandingan antara Belanda dan Rusia di perempat final.

Dari kecil, saya suka kesebelasan "mantan penjajah" kita itu. Entah kenapa, di setiap kejuaraan apapun, dan Belanda ada di sana, hati kecil saya "membela"-nya. Meskipun, dengan berbagai pertimbangan analitis dan rasional, pada akhirnya secara lisan saya tidak berani menjagokan mereka untuk juara.

Khusus untuk Piala Eropa kali ini, saya memang berharap banyak pada Belanda. Kegarangan mereka di babak penyisihan, seakan merupakan "garansi" bagi cikal bakal kesuksesan Belanda kali ini. Sehingga, untuk kejuaraan empat tahunan yang kali ini diselenggarakan di Swiss-Austria ini, hati dan lisan saya bisa berucap sama : Belanda.

Tapi, sejak momentum Piala Dunia 2002 bersama Korea Selatan, saya juga selalu bersimpati pada Meneer Guus Hiddink yang saat ini menjadi arsitek bagi Rusia. Ia luar biasa menurut saya. Sehingga, manakala Belanda musti ketemu "Belanda" di perempat final ini, saya goyah.

Di kantor, saya tak lagi berani berkoar Belanda akan menang. Hati saya "terbelah". Saya cinta Belanda, tapi cinta saya pada Guus Hiddink (baca : bukan Rusia) sama besarnya. Saya ingin Belanda menang, tapi tak mampu bohong kalau saya juga menginginkan Guus Hiddink kembali membuat fenomena dan mengukuhkan dirinya sebagai "Raja Midas" yang mampu menyulap segala sesuatu yang disentuhnya menjadi emas.

Perasaan itu bahkan saya lontarkan pada teman-teman di kantor secara terbuka.

Dan, pagi ini, saya tidak tahu perasaan mana yang mendominasi. Sang Raja Midas terbukti mampu mengalahkan pasukan yang se-tanah dan se-air dengannya. Guus Hiddink berhasil menjadi "pengkhianat", sesuai harapan dan komitmennya sebagai pelatih profesional. Bukan sebagai "warga negara" yang tidak nasionalis tentunya.

Saya sedih, tapi juga senang. Saya senang tapi juga sedih.

Ini hampir sama dengan ketika Markis Kido/Hendra Setiawan (Indonesia) dikalahkan Candra Wijaya/Toni Gunawan (Indonesia/Amerika Serikat) di kejuaraan bulutangkis Indonesian Super Series 2008 Jum'at lalu (20/06/08).

Candra/Toni adalah pasangan favorit saya sejak awal mereka dipertemukan, selain pasangan Ricky Subagja/Rexi Mainaki. Saya senang banget dengan semangat dan mental mereka. Semangat dan mental itulah yang saya rasa belum pernah saya temukan pada pasangan-pasangan generasi penggantinya.

Walhasil, ketika Kido/Hendra yang Indonesia harus bertemu Candra/Toni yang notabene sudah "tidak Indonesia" lagi di perempat final, "nasionalisme" saya goyah. Pada akhir pertandingan itu, perasaan seperti saat inilah yang muncul : sedih tapi senang, senang tapi sedih.

***

Rusia 3, Belanda 1. Gol-gol Pavlyuchenko, Torbinski dan Arshavin memang luar biasa. Gol Nistelrooy, pada akhirnya hanya menjadi gol penghibur. Rusia on fire, Belanda justru anti klimaks.

Itu memang "penyakit" Belanda. Materi pemain yang hebat, tapi rasanya memang tidak "ditakdirkan" menjadi juara. Mental juara Belanda, memang paling sering dikeluhkan. Dan semakin pantas rasanya, predikat "juara tanpa gelar" untuk mereka.

Sebaliknya, untuk Guus Hiddink, rasanya memang semakin pantas julukan Si "Raja Midas" untuknya. Prestasi Belanda sendiri di 1998, Korea Selatan di 2002, Australia di 2006 dan Rusia di 2008, merupakan pembuktian dan catatan sukses sang pelatih bertubuh gempal itu.

***

Ya, saya harus menerima kekalahan-kekalahan itu. Sebagaimana "kekalahan-kekalahan" dalam perjalanan hidup, semua itu tidak sekedar untuk disesali. Tapi harus dijadikan pengalaman, sarana belajar, sarana instrospeksi, sarana memperbaiki diri dan menjadi pemacu untuk tidak kalah lagi. Untuk tidak gagal lagi.

Begitu, bukan?


Salam,

Fajar S Pramono


NB :
- Alhamdulillah, setelah menulis ini, saya bisa tersenyum lega. Ikhlas banget rasanya. Luar biasa ternyata, pengaruh menulis untuk jiwa... :)

- Pagi ini saya ngantuk berat, karena saya belum tidur. Saya takut ketinggalan momen penting Belanda-Rusia tadi... Mau berangkat tidur, apa daya, pekerjaan masih banyak. Termasuk nge-blog...

- Foto : (1) Guus Hiddink, (2) Marco Van Basten (pelatih Belanda saat ini) di Piala Eropa 1988

1 komentar:

Mas, menulis kalo sudah hobby memang asyik, tapi keasyikannya jangan keterusan ya, jangan lupa jaga kesehatan. OK