Akhirnya aku benar-benar sakit. Kalau aku bilang aku sakit, itu berarti aku sudah benar-benar "takluk" akan ketidakberdayaan badan ini untuk beraktivitas. Kalau cuma pusing, migrain, mual, capek, pegel, panas dingin, dan sebagainya yang bagi orang lain sudah berarti 'sakit", mungkin bagi saya itu "belum sakit".
Seperti kataku pada kawan Nur Mursidi, sakitku itu lebih karena ke-superndableg-anku. Anda tahu arti "super ndableg"? Ndableg itu ngeyel, bebal, nggak mau mengerti, nggak mau nerima masukan, ehm... apa lagi ya? Pokoknya gitu deh. Super itu sendiri berarti "banget".
Pendek kata, pokoknya aku ngeyelan banget soal sakit. Dokter bilang bahwa aku sakit, aku merasa tidak. Tepatnya "belum". Dokter bilang aku harus istirahat, aku tetap saja ngantor. Ngeyel. Ndableg.
Beberapa tahun terakhir, setidaknya ada tiga kasus kesuperndableganku itu.
Pertama, pada tahun 2003. Pada waktu itu, aku sudah merasa demam, panas tapi menggigil, keringat dingin selalu keluar dan pusing selama seminggu lebih. Aku nggak mau ke dokter, meski sudah dipaksa istri. Aku tetep ngantor. Waktu itu, aku masih di kantor Solo.
Sampai suatu ketika --aku masih ingat itu hari Rabu-- aku masih nekat ngantor. Kerjaan yang cukup banyak dan membutuhkan kecepatan kerja, coba kulaksanakan sebaik-baiknya.
Jam baru menunjukkan pukul 10 pagi, ketika bajuku mulai basah kuyup di dalam ruangan kantor yang ber-AC itu. Keringat dingin. Badan mulai gemetar. Bergetar. Pandangan mulai kehilangan fokus. Memudar.
Kawan-kawan seperjuangan (bukankah kawan-kawan sekantor sama-sama sedang berjuang menuju sebuah tujuan bersama? hehe) yang melihat aku limbung, padha berteriak, "Jar, kenapa kamu?"
Mereka berduyun mendatangiku, yang bahkan tak mampu menjawab pertanyaan mereka.
"Masya Allah, kamu basah kuyub begini!"
"Ya ampun, Jar... panas banget badan kamu!"
Tak lama kemudian, dalam sebuah gerak cepat, seorang sopir dan satpam membawaku ke mobil dinas (boleh dibayangkan seperti seorang bandit yang ketangkep security kok, hehe...), dan segera saja meluncur ke rumah sakit.
Sampai ke rumah sakit, masuk UGD, dan akhrinya saya ditetapkan sebagai pasien mondok rawat inap, dengan vonis diagnosa : Thypus level menengah! Ya, aku dianggap telat berobat...
Walhasil, hampir dua minggu aku harus opname, masih ditambah istirahat total di rumah sehampir dua minggu juga. Genaplah satu bulan aku libur. Alhamdulillah, Tuhan masih sayang, sehingga walaupun telat berobat, aku masih diberi kesembuhan.
Kejadian kedua, tahun 2005. Waktu itu, aku masih lajo Solo-Surabaya tiap minggu. Kantorku ada di Gresik.
Suatu ketika aku merasa sakit. Pergilah aku ke dokter. Dokter yang juga merawatku ketika aku thypus waktu itu. Waktu itu malem Minggu. Menurutnya, sakitku cukup parah, sehingga aku diminta bed rest selama seminggu. Beliau kasih aku surat keterangan sekaligus surat untuk ijin ke kantor, sembari berpesan, "Istirahat total. Ingat!"
Tapi, dasar superndableg, besok malamnya, aku tetep berangkat ke Surabaya, dan tetep ngantor di Gresik. Seminggu full aku tetap masuk. Hasilnya, sakitku tak kunjung hilang. Ketika Sabtu berikutnya aku balik ke Solo, aku kembali berobat ke dokter yang sama.
"Belum sembuh, Dok...," kataku memelas.
Dokter memeriksaku. "Kamu nggak bed rest ya?" tanyanya curiga.
Malu dan tersipu, aku mengangguk.
"Kamu ini ngeyelan kok," kata dokter bersungut. Dokter ini memang sudah cukup akrab, sehingga sudah kayak bapak ke anaknya kalau ngomong.
"Gini aja. Saya beri surat keterangan istirahat untuk seminggu lagi, tapi kamu harus benar-benar istirahat. Jika tidak, minggu depan jangan datang ke tempat saya lagi!" kata beliau tegas.
Wah, wah.. baru kali itu aku diancam dokter.
Ya wis, aku mengangguk.
Beruntung, kali itu Tuhan lebih "memihak" saya, karena meskipun saya tetep ndableg masuk kantor dan mengabaikan perintah si dokter untuk istirahat, sakitku berangsur ilang. Hehe...
Kisah tentang sakit yang terakhir ini, sebenarnya sudah dimulai sejak hari Senin. Senin itu sebenarnya aku sudah over capasity. Aku sudah nggak mampu. Super capek, dan kurang tidur akibat perjalanan darat yang kami lakukan malam hari.
Aku bahkan sudah cuek tidur di kantor Senin malam itu, sampai ketika aku bangun, tinggal seorang cleaning service dan dua orang security yang piket.
Selasa, kondisi makin parah. Ya dasar aku, nekat. Rabu, tidak juga membaik, sampai aku merasa nggak kuat benar-benar. Jam 11, aku undur diri. Pulang cepat. Diketawain ama bos. Ketika aku bilang, aku muntah-muntah, beliau bilang, "Hamil kali, kamu." Pas bertemu sebelum aku pulang, beliau bilang, "Anak muda kok pileren..." Hehe. Begitulah kalo bosnya gaul. :)
Siang itu aku langsung ke rumah sakit. Aku dicurigai antara thypus, atau demam berdarah. Bahkan malaria, karena aku baru pulang dari Sumatera. Sehingga, aku langsung diminta test darah di lab. Ya wis, aku test. Alhamdulillah, bukan itu sakitku. Hanya LED-ku yang tinggi. 19, dari yang seharusnya antara 0 - 10. Plus diagnosa Thypus BH yang positif, sementara Thypus O-nya negatif.
Aku diminta istirahat 3 hari ke depan. Kemarin aku sudah nggak masuk. Tapi hari ini aku mau masuk, meskipun belum sembuh bener. Aku telanjur janji untuk berkunjung ke nasabah-nasabah yang cukup besar, di Bogor dan arah Bogor sana.
Yach, aku memang ndableg. Doakan saja aku kuat ya? Amien...
(
Duh, dramatis bener... hehe)
Salam,
dengan sebuah pesan : jangan tiru aku! :)Fajar S PramonoIlustrasi : www.cartoonstock.com