Banker on Writing

Ketika menulis adalah kebutuhan : katarsis, belajar dan berbagi

SUNGKEM


Menuliskan kembali artikel lama saya yang pernah dimuat di media lebih dari 10 tahun lalu, ternyata menciptakan nostalgia tersendiri.

Saya teringat kembali situasi ketika saya menulis, teringat mesin ketik yang pada waktu itu saya gunakan (swear, itu mesin ketik yang sangat berjasa bagi saya!), juga komputer jadul 386 setelahnya, printer dot matrik yang begitu lambat kerjanya, kamar kos di Solo tempat saya berkarya, bahkan warna karpet, sprei dan layout kamar yang saya ciptakan dan minimal setiap tahun saya rubah, persis di malam tahun baru sehingga dentang jam 12 malam selalu saya lewati dalam kondis bersimbah peluh, akibat capek menggeser-geser lemari dan tempat tidur!

Ah, jadi pingin posting tulisan "culun" saya lagi. Kali ini yang dimuat di Suara Merdeka, 25 Februari 1996. Berarti, lebih dari 12 tahun yang lalu. Dan karena dalam suasana menjelang lebaran, saya ambil yang ada hubungannya dengan salah satu ritual masyarakat kita : cara sungkem ortu.

YANG PENTING ESENSINYA


Sungkeman,sebenarnya hanyalah sebuah tradisi. Ia merupakan perwujudan fisik yang menunjukkan bakti kita kepada orang tua.

Saya sebut "hanya" sebuah tradisi, karena yang terpenting adalah esensi dari prosesi sungkeman tersebut.

Apa esensinya? Ya, permohonan maaf yang sungguh-sungguh, mohon ampun pada Allah SWT, dan tekad untuk tidak lagi mengulang kesalahan. Sekalipun seorang anak sungkem sampai mencium kaki sang ortu, tapi di hatinya tak ada perasaan ikhlas dan tekad tadi, buat apa? kalau setelah membungkuk-bungkuk, kita kembali membuat ortu sakit hati, apa gunanya?

Sekali lagi, biarpun hanya bersalaman, cium pipi kanan kiri, yang terpenting esensinya. Memang lebih baik kalau kesungguhan hati kita juga diwujudkan dalam bentuk fisik. Lebih... gimama gitu!

***

Hehe... "culun" kan? Dan setelah membaca karya-karya "antik" saya terdahulu, saya melihat, gaya tulisan saya nggak jauh berubah. Berarti, masih "culun" kan? Hihihi...

Dan sebagaimana gaya penulisan saya, tentang sungkeman itu sendiri, sampai sekarang saya masih memiliki prinsip yang sama. Konsisten nih, ceritanya... :)

Ah, nostalgia masa lalu itu masih saja membayang. Nambah semangat juga. Tapi, mandi dulu ah! Sudah jam 9 lewat...


Salam,

Fajar S Pramono


Ilustrasi :
1) i227.photobucket.com
2) www.presidensby.info (ssst, itu bukan foto saya lho, meskipun mirip! :) Itu foto Pak SBY sungkem ke ibunya sendiri...)

0 komentar: