Banker on Writing

Ketika menulis adalah kebutuhan : katarsis, belajar dan berbagi

PELAJARAN BESAR DARI HAL YANG KECIL


Judul Buku : Provokasi; Menyiasati Pikiran, Meraih Keberuntungan
Penulis : Prasetya M. Brata
Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama
Cetakan : Pertama, 2008
Tebal : xxxvi + 246 halaman

Ada dua pembuktian yang bisa dilakukan buku ini, tentang betapa berharganya berbagai hal yang –mungkin– dianggap remeh oleh orang, tapi ternyata menyimpan sebuah kandungan ilmu yang besar.

Pertama, berkaitan dengan historical pemunculan buku ini sendiri. Kedua, tentang betapa luasnya ranah perenungan dan pencerahan diri yang bisa diperoleh dari berbagai hal atau peristiwa yang seolah “kecil” dan “remeh temeh” sifatnya.

Tentang kemunculan buku yang ditulis Prass –panggilan akrab kolega-kolega sang penulis; Prasetya–, buku dengan cover yang dinominasi warna hitam ini adalah akibat “provokasi” seorang Andrias Harefa, seorang penulis puluhan buku best seller, yang kebetulan juga telah menjadi kawan lama Prass. Berawal dari “sekedar” coretan-coretan pemikiran di blog barunya yang dipamerkan ke Andrias waktu itu, ia mendapat respon singkat lewat sms : ”Ada niat dijadikan buku?”

Sepele sekali tampaknya. Tapi perwujudannya kemudian adalah hal yang besar, di mana 87 coretan di antara ratusan coretannya menjadi bahan baku penyusunan buku ini.

Tentang pembuktian kedua, Prass berhasil menunjukkan kepada kita, bahwa hampir di balik seluruh peristiwa dalam keseharian, yang kadangkala membuat kita sedih ataupun bahagia, senantiasa tersimpan sebuah hikmah. Sebuah pelajaran, yang tentunya akan sangat berharga sebagai bekal perjalanan hidup kita pada langkah-langkah berikutnya.

Sebagai contoh, tentang Siapa Guru Siapa. Dari obrolan dengan sopir taksi yang ia tumpangi di kawasan macet Sudirman, ia mendapat pelajaran bahwa “guru” seseorang seringkali adalah obyek yang seolah “digurui”-nya. Saat itu sang sopir bercerita, bahwa ia bisa menjadi sopir yang “besar” dan sangat dipercaya oleh manajemen perusahaannya karena ia banyak belajar dari komplain, kritik, saran, bahkan ekspresi tanpa senyum para penumpangnya. Hal-hal itulah yang membuat dia menjadi jauh lebih profesional dibanding keadaannya empat tahun lalu, ketika ia mulai bekerja di perusahaan taksi tersebut.

So, dalam kasus yang lain, bisa jadi guru seorang dokter adalah pasien, guru penjual adalah pembeli, guru pemasar adalah konsumen, guru pemimpin adalah anak buah, guru pemerintah adalah rakyat, guru dosen adalah mahasiswa, guru guru adalah murid… (hal 13).

Atau dari “keseriusan”-nya memasang taglineHormatilah Orang yang TIDAK Berpuasa” pada pesan status Yahoo Messenger-nya. Dari “protes” seorang kawannya, Prass menulis panjang lebar, bahwa seringkali kita serta merta menganggap sesuatu yang ”aneh” atau “berbeda” sebagai sesuatu yang “salah”, atau minimal ”tidak lazim”. Padahal, yang “salah” atau “tidak lazim” itulah yang bisa jadi lebih benar.

Dari persoalan yang demikian, Prass bisa mengangkatnya sebagai bahasan mendalam mengenai sebuah ”mainan” bernama tafsir (hal 54). Luar biasa.

Masih dari persoalan yang sama, pikiran cerdas Prass melihat, bahwa ”protes” seorang kawannya tadi juga menunjukkan bahwa sudah lama kita (dalam case tersebut adalah muslim) tidak terlatih untuk bertanggung jawab.

Jika untuk mendapat buah kita harus menanam dulu, jika untuk mendapat nafkah kita harus bekerja dulu, jika untuk mendapat kepercayaan dari atasan kita harus membuktikan hasil kerja dahulu, maka, kalau kita ingin dihormati oleh orang yang tidak berpuasa, mengapa kita tidak menghormati dulu orang yang tidak berpuasa? (hal 56)

Ya. Masih banyak lagi bahan-bahan perenungan yang bisa kita peroleh dari Prass. Sebagai buku yang terbit dari ”sekedar” blog, ini buku luar biasa. Daya kritisme dan kemampuan pengungkapan Prass dengan cara yang lugas tapi santun, menjadi kelebihan isi buku ini. Tak berlebihan jika Jalaluddin Rahmat –yang turut memberi pengantar dalam buku ini—mengatakan, ”Kita dibimbing Mas Pras tanpa merasa digurui....”

Kalau mau dilakukan penggolongan terhadap buku ini, buku ini bisa masuk dalam kategori buku pengembangan diri, karena di dalamnya terdapat banyak pencerahan. Buku ini juga bisa dianggap ”buku agama”, karena tak sedikit bahasan tema yang mengarah dan bersumber dari kehidupan Prass sebagai seorang muslim taat. Namun, jika akan digolongkan kepada sekedar ”buku harian”, maka ia pun akan menjadi buku harian yang bermanfaat bagi pembacanya.

Menariknya, tema-tema yang diusung Prass adalah tema-tema yang sangat erat dengan keseharian kita. Tanpa memaksakan diri menggunakan kalimat dan frasa-frasa yang sok ilmiah atau sok intelek, buku ini justru mampu bertutur secara jujur. Apa adanya. Namun, kesederhanaan penyampaian inilah yang justru diyakini bisa membawa kepada tujuan penerbitan buku ini. Yakni, membuat orang berkaca. Membuat orang merenung.

Lepas dari keunggulan, tentu terdapat kekurangan, kendati lebih merupakan kelemahan klasik sebuah buku kumpulan tulisan. Tema yang meloncat-loncat dan terlampau variatif, adalah kekurangan klasik itu. Karena itu pula tampaknya, penyusun dan penerbit lebih memilih judul buku dari aspek semangat dan tujuan pembuatan buku, dibanding dari onggokan tema atau materi isi buku itu sendiri.

Untuk siapa buku ini? Meminjam endorsement Andrias Harefa, buku ini memang cocok untuk orang ”gila” sekaligus beriman. ”Gila” karena adanya kejelian menangkap hikmah di balik peristiwa, dan ”beriman” karena sesungguhnya isinya merupakan ”dakwah” yang lekat dengan nuansa religius, di mana hanya orang beriman-lah yang mau belajar darinya.

***


Salam buku,

Fajar S Pramono


Cover buku : www.gramedia.com

1 komentar:

Mas Fajar,
terimakasih sekali atas tulisan tentang Provokasi. Saya merasa mendapat kehormatan.

Jika Mas Fajar berkenan, saya mohon izin meng-copy tulisan ini untuk saya simpan di blog khusus dokumentasi buku provokasi. Juga, blog Mas Fajar yang penuh dengan pembelajaran ini saya tautkan di blog saya (http://provokasi-prass.blogspot.com).

Jika diizinkan, mohon reply ke email saya prass_sahabatku@yahoo.com

Terimakasih sebelum dan sesudahnya Mas Fajar.