Banker on Writing

Ketika menulis adalah kebutuhan : katarsis, belajar dan berbagi

MARKETER, NOT SALESMAN


Anda adalah seorang pemasar. Orang marketing, begitu kata keren-nya.

Sebagai pemasar, pernahkah klien Anda, nasabah Anda, langganan Anda, buyer Anda, memuji kemampuan Anda?

Pernahkan dalam suatu waktu yang berbeda, orang-orang itu --klien, nasabah, langganan, buyer--, mengeluh atas kualitas pelayanan Anda atau organisasi Anda?

Pernahkah, dalam waktu yang lain, mereka --klien itu, nasabah itu, langganan itu, buyer itu-- bertanya dan meminta advis atas bisnis dan aktivitas yang dijalankannya?

Pernahkah, dalam waktu yang lain lagi, klien, nasabah, langganan dan buyer Anda tersebut mengajak berbincang sebagai seorang kawan, sahabat, dan berbicara tentang hal pribadi di luar bisnisnya?

Jika semua jawabannya adalah "ya", maka Anda pemasar yang baik bagi mereka.

Jika minimal separo jawaban adalah "ya", maka Anda sudah cukup baik berperan sebagai pemasar.

Jika lebih dari separo jawabannya adalah "tidak", maka tengok kembali status Anda sebagai pemasar.

***

Ada yang perlu diingat. Saya adalah salah satu manusia yang setuju bahwa marketer tidak sama dengan salesman. Pengertian pemasar, jauh lebih luas dari "sekedar" penjual (an sich).

Ada perbedaan "orientasi" di sana. Jika pemasar berorientasi terhadap proses tanpa menafikan hasil akhir, maka penjual (an sich) hanya berorientasi kepada hasil akhir.

Contoh gampangnya begini : marketer A bisa berhubungan langsung dalam konteks pemasaran dengan seorang Direktur Utama --sebut saja Mr. X-- sebuah perusahaan besar multinasional. Semua orang tahu, bahwa untuk bisa bertemu dengan Mr. X yang supersibuk dan sangat protokoler, tidak sembarang orang bisa memperoleh kesempatan itu. Tapi, si A berhasil, dan bahkan bisa menawarkan produk atau kerjasama secara langsung.

Kalaupun hasilnya belum menggembirakan (belum ada "closing" atau "dealing"), maka ranah pemasaran telah mengakui proses itu sebagai sebuah "prestasi". Ia harus dihargai.

Namun, ketika bicara dalam konteks salesmanship, seberapapun jauh prosesnya, sepanjang tidak diakhiri dengan yang namanya "closing", maka ia tidak akan disebut "berhasil". Sekali lagi, salesmanship benar-benar hanya bicara tentang hasil. Seberapapun hebat caranya, jika produk tidak terjual, jika kerjasama tak terwujud, maka ia belum pantas disebut sebagai "prestasi".

***

Karenanya, dalam pemasaran yang menghargai "proses", hubungan pra transaksi, on transaction, maupun pasca transaksi merupakan suatu kesatuan tak terpisahkan dari proses "jualan" itu sendiri. Karena, tidak ada istilah "jual putus" dalam pemasaran. Ia juga lekat dengan kualitas hubungan --personal maupun organisatoris--, kenyamanan relasional, "pembinaan", bahkan "persahabatan".

So, jika kita mengaku sebagai pemasar, mari coba kita telaah lagi pertanyaan-pertanyaan di atas, sebagai bahan evaluasi untuk diri kita.

***

Anda boleh setuju, dan sangat berhak untuk tidak setuju. Please entry your comments here, semata untuk membuka lebih lebar wawasan saya yang terbatas. Thanks before.


Salam perenungan,

Fajar S Pramono


Ilustrasi : http://a.abcnews.com

3 komentar:

Setuju Mas, tapi ironisnya di tempat kita berpijak, orientasinya adalah hasil (salesman bukan marketing). Karena hasil nyata dapat di "jual" ke tingkat yang lebih tinggi sehingga mampu menciptakan opini bagus untuk kelak sebagai "sangu" agar segera dipromosikan....

 

Mampir lagi ah...

Secara umum persamaan Marketer dgn Salesman adalah bertanggung jawab terhadap penjualan.

Perbedaanya:
Sales adalah hanya menjual produk berupa barang atau jasa .
Marketing tidak hanya menjual produk, tapi juga menjual konsep. Itu sebabnya Pemasaran lebih luas scopenya.

Unsur komunikasi :
karena jangkauan konsumennya tidak terlalu luas, biasanya Perusahaan Skala Kecil hanya memakai cara langsung ke tahap pruduct selling. Perusahaan besar , sebaliknya , akan merancang isi komunikasinya secara bertahap (pre conditioning, conditioning, product reminding) alias pada pengkondisian pasar.
Untuk skala usaha kecil :pemasaran dan penjualan tidak selalu harus terpisah, terkadang ada perusahaan yang menggabungkan dalam satu bagian , misalnya : Sales & Marketing Dept. Ada satu hal yang sangat menarik dan biasanya efektif di kalangan UMKM, yaitu komunikasi dari mulut ke mulut alias Word of Mouth (WoM). Melihat kedahsyatan komunikasi WoM yang ampuh di lingkup usaha kecil, kiranya mungkin saja para penyusun strategi pemasaran pada perusahaan besar juga memakai sistem ini.

 

Mas Nanang & Mas Asrul : thanks sudah memberi tambahan wawasan.

@ Gus-nhanks : Komentarku hanya "Hehe..."

@ Tomcat : Wah, saya setuju sekali. Pada akhirnya, "penjualan" tetaplah sebuah "tujuan" yang harus dipertanggungjawabkan.