Banker on Writing

Ketika menulis adalah kebutuhan : katarsis, belajar dan berbagi

NICHE


"Find your niche, so you find your place in the world." Temukan cerukmu, maka akan kau temukan tempatmu di dunia. *)

Hmm... pertanyaannya : pastikah selalu ada ceruk buat kita?

Pandangan optimis mengatakan : pasti ada!

Kenapa?
Karena sesungguhnya kita semua memiliki keunikan, perbedaan, kekhasan dan kemampuan masing-masing, di antara 50-an milyar penduduk bumi. Bukankah sepasang saudara kembar identik pun tetap memiliki perbedaan? Bukankah Anda belum pernah mendengar ada sidik jari yang sama dari sekian banyak data di rumah sakit maupun kepolisian di muka bumi ini?

Kemampuan, kekhasan, keunikan dan kepemilikan perbedaan itulah yang memungkinkan selalu adanya ceruk (niche) buat kita.

Butet Kertaradjasa berhasil dalam monolog-nya, karena ia mampu mendayagunakan bakat yang diberikan Tuhan kepadanya. Ia menjadi populer karena kepiawaiannya menirukan suara dan berbagai gaya tokoh nasional.

Safir Senduk berhasil menjadi leader dalam hal perencanaan keuangan, karena ia berhasil melihat niche dalam berbagai kasus masalah keuangan keluarga.

Purdie E Chandra berhasil menjadi pelopor "pemanfaatan otak kanan" dengan tips "nekat"-nya dalam berwirausaha.

Andi F Noya dan Wimar Witoelar sukses sebagai host and presenter karena kepandaiannya menyatukan pengetahuan, wawasan dan daya kritis serta kepemilikan empatinya terhadap sesama anak bangsa.

Itang Yunazs sukses memasarkan baju koko Preview-nya karena memiliki kemampuan melihat akan perlunya penampilan modis dan "alternatif" dari baju muslim kaum pria yang semula "begitu-begitu" saja.

George Crum di New York berhasil menjadi "dedengkot" dan pioneer keripik kentang dunia karena kemampuannya melihat peluang dari komplain pelanggannya.

Aa Gym pernah sukses sebagai pendakwah karena ia berhasil memberi "taste" yang berbeda dalam ceramah-ceramahnya. Membumi, dan sangat mendasar.

Dahlan Iskan berhasil menciptakan gurita media-nya di berbagai pelosok daerah dengan kejeliannya melihat kebutuhan masyarakat lokal akan berita ke-lokal-annya. Maka, dibuatnya "radar-radar" berita sebagai kepanjangan kaki gurita Jawa Pos Group.

Andrea Hirata dan Habbiburrahman El Shirazy sukses dalam debut-debut novelnya karena berhasil menawarkan hal yang berbeda di tengah kejenuhan materi sastra yang cenderung kurang edukatif dan religius.

Bicara musik rap tanah air, siapa yang bisa menafikan nama Iwa K? Tak lain karena ia yang berani menasbihkan dirinya sebagai rapper Indonesia, sebelum pada akhirnya diikuti banyak musisi lain.

Susi Air sukses dalam jasa penerbangan jarak pendek, karena mampu melihat celah peluang dari kebutuhan publik dalam industri penerbangan domestik.

Siapa yang tak kenal Ronny Pattinasarany? Rudy Hartono ataupun Susi Susanti? Chris John? Andrie Wongso dan Tung Desem Waringin? Bondan Winarno dengan "mak nyus"-nya? Tukul Arwana? Kaos Joger atau Dagadu Djogdja?

Mereka sukses karena mereka berhasil melihat ceruk, untuk kemudian kemudian mengisinya, menekuninya, melatih kemampuan di atasnya, terus disiplin mengembangkannya, berkomitmen dalam ke-jatuhbangun-annya, dan berusaha mem-publish-nya ke hadapan khalayak.

Bagaimana dengan kita?

Yang terjadi, seringkali kita melihat ceruk, tapi gamang dalam mengeksekusinya.

Pada akhirnya, ceruk itu diisi oleh orang lain, yang kemudian sukses, dan kita hanya bisa menjadi pengekor, atau bahkan sekedar penonton.

Betul, bahwa setiap orang membawa rejeki-nya masing-masing. Tapi, rejeki itu disiapkan oleh Tuhan di ujung perjalanan kita sehari-hari. Tuhan sudah menjatahnya untuk kita. Pertanyaannya, apakah kita mau berupaya untuk berjalan menuju ujung pencapaian itu? Bersediakah kita menjemput rejeki itu dengan melakukan apa yang disebut sebagai "usaha"?

Jika tidak, dengan kewenangan-Nya yang mutlak, bisa saja Tuhan memberikannya pada orang lain. Bukan kepada kita. Sebaliknya, sangat mungkin, Tuhan akan menambahkan rejeki kita, demi melihat kegigihan usaha kita.

So, niche selalu ada. Mari coba kita cari ceruk itu. Mari juga segera kita isi, dan segera akan kita temukan, tempat terbaik kita di dunia, sekaligus di hadapan Sang Pencipta, sebagai bentuk tanggung jawab kita sebagai manusia.


Salam,

Fajar S Pramono


*) dari artikel Saudara Andi Odang, di Majalah LuarBiasa No. 2, Februari 2009.

Ilustrasi : http://www.buraak.com

0 komentar: