Saya memang agak terlambat membuka
majalah SWA No. 03, edisi 5-18 Februari 2009, kendati sudah sejak awal bulan itu sang majalah tergeletak di meja kantor.
Edisi kali itu mengambil topik utama tentang
Lompatan Kuantum SOHO Group, sebuah perusahaan raksasa bidang farmasi yang dalam 5 tahun terakhir mampu melejitkan dirinya dari posisi 13 menjadi 3 besar perusahaan sejenis, dengan omzet yang mampu menembus Rp 1 triliun per tahun.
Sesungguhnya saya belum tertarik untuk langsung membaca sajian utama ketika membuka majalah itu. Seperti biasa, saya hanya membolak-balik halaman secara sekilas dari arah belakang, hingga pada akhirnya mata saya justru tertumbuk pada ilustrasi foto yang ada di liputan tentang SOHO Group di atas. Bukan (baca : belum) pada materi sajian utama itu sendiri.
Seperti apa sih, ilustrasi foto itu?
Saya pingin mengunduhnya untuk posting ini sebenarnya, tapi hasil
browsing di
http://swa.co.id tidak memunculkan gambar dimaksud.
Begini gambarannya : ada dua foto, yang pertama foto Andreas Halim Djamwari dan Tan Eng Liang --keduanya adalah Presiden Direktur dan Komisaris Utama Grup SOHO--, dan yang satu foto Tan Eng Liang dan istrinya, dalam sebuah acara kebersamaan dengan para karyawannya.
Yang menarik bagi saya, adalah logo dan tulisan pada kaos yang menjadi "seragam" dalam acara itu.
Apa tulisannya?
SUCCESS; Step Up your Career to Create Excellence for Self and SOHO Group. Bersebelahan dengan gambar simbol orang yang sedang "bergerak".
Saya baca berulang kali.
Hmm... sangat super! Sangat bagus, menurut saya.
Mari kita maknai bersama.
Dalam terjemahan saya yang kurang lancar bahasa Inggris ini, itu berarti :
jejakkan langkah lebih tinggi dalam karirmu, untuk menciptakan keutamaan (kesempurnaan) bagi diri dan Grup SOHO.
Jika kita memahami filosofi pemberdayaan sumber daya manusia (SDM), maka "motto", "semboyan", "slogan" atau apapun namanya seperti itu sangat cerdas, dan luar biasa ketinggian filosofinya.
Bayangkan. Tuntutan untuk meningkatkan kemampuan bekerja, meningkatkan kapabilitas individu, meningkatkan hasil kinerja, dan sejenisnya, pasti merupakan sebuah tuntutan yang wajar, dan hampir menjadi kemutlakan bagi setiap organisasi.
Namun, lihatlah "tujuan" di belakangnya. Huruf S dari 2 huruf S yang terakhir dalam kata SUCCESS diterjemahkan sebagai
SELF terlebih dahulu, baru S sebagai
SOHO Group. Tidak SOHO Group dulu, baru SELF. Padahal, dari segi huruf pertama kata, bisa saja itu dilakukan.
Tapi saya yakin, penempatan "SELF" mendahului "SOHO Group" merupakan olah pikir dan hasil pemikiran --bahkan bentukan karakter-- yang khas dan bukan dipolitisir oleh manajemen SOHO Group. Saya yakin pula, bahwa pola pikir seperti itulah yang mendasari pola manajerial dalam perusahaan selama ini.
Semua orang, baik pemilik, pengurus maupun karyawan di seluruh tingkatannya diajak bekerja secara maksimal, terus mengembangkan diri, sesungguhnya untuk kepentingan dirinya sendiri. Artinya, karyawan sebagai individulah yang paling akan merasakan manfaatnya dari pengembangan diri dan karir itu. Semakin baik kinerjanya, maka efek positif atau manfaat yang diperoleh akan langsung dirasakan oleh dirinya sendiri. Oleh si karyawan.
Dan sebagai sebuah kerja organisasi, maka kebaikan dan kemampuan kerja yang terus meningkat itu, pada akhirnya akan berimbas juga ke perusahaan.
Bagi saya, manajemen yang membuat "motto" itu sangat jenius. Ia berhasil mengulik "ego" yang pasti dimiliki setiap orang, yaitu ego untuk mengerjakan hal-hal yang menguntungkan bagi dirinya.
Dan ketika semua karyawan bersedia berbuat yang terbaik, maka perusahaan secara otomatis akan merasakan dampak positif yang luar biasa. Konsekuensinya, perusahaan harus benar-benar berkomitmen dan bisa menghargai setiap perkembangan kemampuan karyawannya tersebut.
Bagi SOHO, itu tentu tidak masalah, karena memang, penghargaan terhadap SDM merupakan salah satu fokus utama dalam pengembangan perusahaan. Mereka sangat memahami hal tersebut, dan benar-benar mengejawantahkannya di lapangan.
Simak saja wawancara SWA dengan Tan Eng Liang. "Kekuatan SOHO sebenarnya adalah manusianya," katanya.
"Saya meyakini, jika semua karyawan termotivasi, maka akan ada
added value yang besar bagi perusahaan. Jadi, jika kami perhatikan mereka, maka mereka akan perhatikan kami. Jika mereka termotivasi, maka mereka akan bekerja lebih daripada yang dirasakan," lanjutnya.
Itulah kenapa, pertengahan Desember lalu, perusahaan memberi "kejutan" dengan membagikan 3,6 milyar rupiah, yang dibagi secara "mendadak" sebesar Rp 1 juta kepada masing-masing karyawan dalam acara family gathering di Arena Pekan Raya Jakarta, Kemayoran.
Ketika ditanya "judul" pemberian itu? Jawabnya adalah "Nggak ada judulnya. Pokoknya, kasih saja." Begitu kata Andreas Halim Djamwari.
Berbagai
reward yang jelas bagi yang berprestasi, dilibatkannya karyawan dalam penetapan merek dagang --bahkan dilombakan antar karyawan--, tentu menumbuhkembangkan
sense of belonging alias rasa memiliki karyawan terhadap perusahaan.
Hmm.. satu lagi sebuah sebuah tauladan yang baik bagi kita. Entah kita yang ada di perusahaan berorientasi laba, maupun nirlaba. Intinya, penghargaan terhadap SDM adalah mutlak adanya, dan hal itu sangat berpengaruh terhadap kinerja perusahaan.
Itu saja.
Salam,
Fajar S PramonoIlustrasi : http://www.kingonsurya.com
2 komentar:
Salam kenal mas fajar..
sangat setuju sekali jika kita harus fokus dengan pemberdayaan SDM,banyak perusahaan meminta karyawan memberikan kontribusi tapi tidak memikirkan balasan yang "setimpal" bagi karyawan.
Bahwa bukan materi 100% yang dicari dalam bekerja adalah benar adanya.
reward dari hal terkecil saja, misalkan ucapan terima kasih tulus dari pengusaha buat karyawan karena sudah berperan serta memajukan perusahaan bisa jadi motivasi,kenyamanan dalam bekerja..budaya perusahaan yang mendukung terciptanya kinerja karyawan dll tanpa disadari bisa menjadi kunci sukses sebuah perusahaan.
Tanpa pekerja pengusaha bisa apa?
simbiosis mutualisme istilahnya he..he..
Salam kenal juga, Mas "stand up" (hehe, nama sebenernya siapa sih, Mas?)
Masih banyak pekerja yang membutuhkan "sentuhan dari hati" ketimbang sekedar "sentuhan dari dompet" perusahaannya. Kenyamanan kerja bukan terletak pada besar gajinya, tapi lebih kepada kepastian dan perlakuan yang baik dari manajemen.
Hmmm... pasti itu yang sudah Mas "stand up" lakukan di Mie Pasar Baru cabang Solo-nya...
Btw, rupanya kita sama-sama tertarik dg usaha kuliner, ya. Sama-sama "menyerang" Solo. Besok2, saya ta' coba nge-mie di tempat Panjenengan. Panjenengan mampir juga ke warung saya, ya! :)
Salam sukses.
Posting Komentar