Pulang kantor, baru saya dengar di radio mobil bahwa Slank menerima penghargaan yang dinamakan
Reform Award dari BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) se-Jabotabek, atas kepeduliannya dalam sosialisasi pemberantasan korupsi.
Penasaran, kubawa keluar koran
Jurnal Nasional sewaktu aku mampir untuk
ngiras (makan di tempat)
Indomie Goreng di warung tenda Mas Agus di pinggir Jalan Pramuka, hanya beberapa puluh meter sebelum rumah yang saya tinggali. Saya memang niat mau nyantai dulu di situ.
Dan memang benar. Ada berita foto yang cukup besar di halaman 8.
Reform Award diterimakan hari Kamis (08/01/09), dan diterima oleh seluruh personel Slank yang hadir lengkap saat itu.
Saya ikut senang, karena kebetulan saya adalah salah satu penggemar mereka. Satu "prestasi" lagi mereka peroleh.
***
Siapakah Slank?
Saya yakin tak ada yang tak tahu tentang nama Slank ini. Minimal mendengar, bahkan saya yakin sebenarnya sangat familier di telinga setiap orang muda Indonesia. Orang tua juga; mungkin.
Ya, Slank yang bercikal bakal dari grup band bernama
Cikini Stones Complex (CSC) dan terhitung sudah 14 kali ganti personil --dari Bimo Setiawan alias Bimbim (drum), Boy (gitar), Kiki (gitar), Abi (bass), Uti (vokal) dan Well Welly (vokal) pada formasi pertama hingga Bimbim (drum), Kaka (vokal), Ivanka (bass), Ridho (gitar) dan Abdee (gitar) pada formasi terakhir-- itu memang sudah bisa digolongkan sebagai grup band legendaris.
Mereka "lahir" pada Desember 1983, dan sampai sekarang masih eksis, bahkan tetap terkategorikan sebagai band papan atas. Tak kurang dari 18 album telah mereka keluarkan. Dari
Suit-Suit....Hehehe (Gadis Sexy) di tahun 1990 sampai
The Big Hip di tahun 2008 ini.
Selain kehebatan itu, tentu semua juga ingat cerita negatif tentang mereka. Cerita negatif, yang pada akhirnya ber-
ending sangat membanggakan. Ya, seputar keberhasilan mereka lepas dari jeratan narkoba yang menghinggapi hampir seluruh personilnya, hingga pentasbihan diri Slank sebagai duta anti narkoba, dengan dukungan penuh Sang Bunda Iffet tersayang. Seorang ibu yang benar-benar mampu berperan sebagai orang tua, manajer dan pengarah kehidupan anak-anak Slank.
Kisah sukses mereka memang sangat inspiratif.
Saya masih sangat ingat, ketika tahun 1993 saya dan teman-teman di fakultas mengundang mereka manggung di Solo. Sejak kedatangan, saya berkesempatan menemani mereka. Saat datang, makan, jumpa pers dan wawancara di radio, di hotel, di kampus, bahkan nongkrong berdua dengan Kaka di warung soto depan hotel.
Saya ingat, ada "syarat" yang mereka kemukakan secara kelakar tapi serius, yakni kesediaan panitia menyediakan
Ciu Bekonang. Ciu adalah minuman keras lokal Solo (lebih tepatnya Sukoharjo), yang bagi penduduk setempat dikenal punya daya mabuk yang cukup tinggi.
Mereka meng-"oplos" ciu dengan --entah apa-- yang dibawanya dari Jakarta. Istilah mengoplos mungkin kurang pas. Lebih tepat, mengkombinasikan. "Mengkolaborasikan". Mungkin dengan cimeng. Mungkin dengan bubuk narkoba. Saya nggak tahu pasti.
Hasilnya, salah seorang kawan yang "raja mabuk" di kampus saya pun
fly hanya karena membaui asap yang keluar dari lintingan manual anak-anak Slank, berbarengan dengan "upacara" minum-minum. Baru asapnya doang, sang jagoan pun terkapar. Bahkan tak sanggup bangun di waktu ia harus bangun!
Intinya, dulu anak-anak Slank memang sempat "rusak". Rusak parah. Namun ternyata, mereka bisa melalui ujian berat itu, hingga pada akhirnya mereka tidak ada lagi ketergantungan sedikitpun dengan obat-obatan terlarang.
***
Apa yang sesungguhnya mau saya sampaikan adalah : tak ada imej negatif atau citra jelek yang tak bisa kita lepaskan dari diri kita, jika kita memang mau berubah. Slank telah membuktikannya.
Tak perlu waktu yang terlalu lama bagi Slank untuk mengubah imej dari
the loser (karena kenakalannya" dan kekalahannya melawan godaan narkoba), untuk kemudian menjadi
the winner --bahkan
the hero-- untuk berbagai hal positif. Sebagaimana kita tahu, Slank tak hanya lekat dengan kisah heroik keterbebasan mereka dari narkoba, tapi juga konsistensinya dalam menyerukan gerakan antikorupsi. Mereka bahkan berkesempatan manggung di KPK, dan juga bernyanyi bersama Ketua KPK Antasari Azhar. Juga penghargaan dari Menteri Pemuda dan Olahraga Adhyaksa Dault, berupa penghargaan “Inspirator Anak Bangsa”.
Kalau Slank yang sempat "rusak parah", kini bisa menjadi "teladan" bagi kita dengan komitmen dan kekonsistenannya untuk berubah, apalagi kita yang mungkin sebagiannya tidak pernah rusak; ataupun kalau pernah rusak tidak sampai kepada tingkatan yang "parah"?
So, jangan terlampau sedih bila kita saat ini masih memiliki cap negatif. Baik di dalam lingkungan keluarga, kelas, kantor, masyarakat kampung, atau bahkan kelompok masyarakat yang lebih besar. Yang terpenting, kita mau merubah imej itu atau tidak. Kalau ya, segera laksanakan sekarang juga. Kemudian, jaga komitmen dan konsistensinya.
Tuhan Maha Bijaksana, dan saya yakin, Ia akan menunjukkan "Sang Saat", "Sang Waktu" itu untuk kita. Saat di mana imej kita menjadi baik, dan bahkan ketika orang mengingat keburukan kita, maka yang diambil sebagai hikmah adalah kemampuan kita untuk membalik itu semua. Membalik segala sesuatu yang buruk, menjadi baik dan baik sekali.
Hmm... yakin bahwa kita bisa, bukan?
Salam,
Fajar S PramonoIlustrasi : http://photos-867.friendster.com
2 komentar:
Yang saya liat bukan Cap-nya Mas, wong yg nge-Cap belum tentu mahir bikin Cap......
InsyaAllah.....sukses selalu....
Hehe.. mudah-mudahan para "juri", "wasit" dan "pengadil pertandingan" yang beberapa waktu lalu membuat cap itu membaca komentar Panjenengan... hihihi!
Sukses juga, Mas!
Posting Komentar