Nama lengkapnya Chad Feldheimer. Ia adalah sahabat Linda Litzke, seorang pekerja di sebuah klub kebugaran milik Ted.
Tapi, semua nama itu bukan tokoh di dunia nyata. Mereka hanyalah tokoh rekaan dalam film besutan kakak beradik Joel Coen dan Ethan Coen, Burn After Reading.
Saya sendiri belum melihat filmnya, karena memang belum lama edar. Tapi saya tertarik pada ulasan atas film ini di Harian Republika dan Harian Seputar Indonesia.
Pada masing-masing ulasan, ada sesuatu yang menyentil hati dan benak saya, yakni seputar nafsu dan kebodohan manusia.
Di Republika, kisah tentang Chad (diperankan oleh Brad Pitt) yang berotot namun pandir dan Linda (diperankan oleh Frances McDormand) yang terobsesi menjadi wanita langsing guna mendapatkan kekasih itu disebutkan "menyentil polah absurd manusia". Ada kalimat lanjutan yang mengatakan, "Brad Pitt berperan sebagai pria yang sibuk membesarkan ototnya sembari mengecilkan otaknya."
Digambarkan memang, Chad adalah lelaki culun dengan rambut pirang berjambul yang juga berprofesi sebagai pelatih di pusat kebugaran Ted. Itu mungkin yang membuat ia sangat cocok berteman dengan Linda, yang digambarkan sebagai karakter penuh nafsu, tapi juga berotak sempit.
Walhasil, kesimpulan dari kombinasi karakter-karakter tersebut adalah judul ulasan di Harian SINDO : Nafsu + Bodoh = Konyol.
***
Inilah yang menarik bagi saya. Seringkali kita tak merasa bahwa berbagai keinginan kita lakukan hanya dibekali dengan nafsu, tanpa memperhitungkan bekal kemampuan (ilmu) yang juga harus kita miliki.
Saya selalu setuju dengan tingginya semangat dan keberanian. Tapi, berani --bagi saya-- bukan sekedar nekat. Keduanya memang beti, alias beda tipis.
Sering saya katakan ke teman-teman, bahwa penampakan fisik dari kedua hal itu --berani dan nekat-- adalah sama. Yakni, adanya action. Adanya tindakan.
Sebagai contoh, kita mau melompati parit selebar 3 meter. Antara Anda yang berani dan saya yang nekat, pasti keduanya akan sama-sama melompat. Hanya, jika Anda mengambil ancang-ancang lebih jauh daripada saya, lantas Anda juga membekali diri Anda dengan sebilah bambu yang akan digunakan layaknya atlet lompat galah yang akan beraksi, maka dengan mudah Anda akan sampai ke seberang.
Sementara saya, langsung saja meloncat tanpa ancang-ancang yang cukup, tanpa alat bantuan apapun. Hasilnya? Saya kecebur di hitungan tak sampai 2 meter dari sisi parit.
Sama-sama action kan? Bagus kan? Iya, tapi Anda sampai ke tujuan, dan saya gagal. Itu karena Anda punya nafsu, punya keinginan, tapi tetap sadar diri akan kemampuan. Melompat biasa dengan ancang-ancang sejauh apapun, Anda merasa hanya akan mampu melompat sejauh 2 meter. Karenanya, Anda membekali diri dengan bilah bambu itu. Dengan bilah bambu yang Anda tancapkan ke dasar parit di hitungan antara 1,5 sampai 2 meter saja, Anda akan dengan mudah melompat lebih dari 3 meter. Saya menyebutnya : Anda berani.
Sementara saya, hanya berbekal nafsu. Bahkan tidak hanya nafsu, namun juga berbekal kebodohan. Karena mestinya saya sadar, bahwa jangkauan maksimal lompatan saya hanya 2 meter kurang. So, saya menyebutnya : saya nekat.
--perumpamaan ini tentu tidak bisa digunakan dalam kondisi darurat, mendesak, atau force majour. Karena dalam kondisi kepepet, segalanya bisa saja menjadi mungkin, dengan kuasa Yang di Atas--***
Saya merasa diingatkan. Jangan sampai kita memadukan item nafsu dan kebodohan dalam bertindak, jika tidak ingin mendapat kekonyolan dalam hidup.
"Membesarkan otot", saya artikan sebagai "memupuk keberanian". Sementara "mengecilkan otak", adalah ketidakmauan kita untuk belajar, yang sama artinya dengan "melestarikan kebodohan".
Saya jadi mikir, jangan-jangan, pengasahan diri yang saya lakukan selama ini, tidak imbang antara "memupuk keberanian" dan "meningkatkan kepintaran".
Waduh, bisa konyol saya...
Salam perenungan,
Fajar S Pramono
Ilustrasi : Chad Feldheimer (Brad Pitt), dari http://www.nypost.com
2 komentar:
Saya barusan kena phk, sekarang mau ambil yang beti (beda tipis) itu pak. Nekat mau coba usaha sendiri.
Saya juga minta ijin ke Pak Fajar, postingan pak Fajar mengenai asset diri kita hasil perbincangan Bapak dengan Pak Thomas Sugianto saya copy lalu sedikit saya edit dan saya terbitkan di blog saya. Salam
Turut bersimpati, Mas Yafni Alris.
Yakinlah, masa depan yang lebih baik ada di genggaman Mas Yafni. Insya Allah.
Tentang beti, mungkin lebih tepat lagi kalau bukan nekat : gunakan The Power of Kepepet! Ada buku tentang The Power of Kepepet ini, ditulis oleh rekan Jaya Setiabudi. Sudah terbit akhir 2008 lalu.
Tentang copy posting, silakan saja, Mas.
Salam sukses, Mas!
Posting Komentar