Banker on Writing

Ketika menulis adalah kebutuhan : katarsis, belajar dan berbagi

GOURMET


Saya adalah seseorang yang mengamini teori Adi W Gunawan dan Sutjipto Ajisaka, bahwa kebetulan ataupun keberuntungan bukan merupakan sesuatu yang datang secara tiba-tiba. ”Mak jegagig!” kata orang di kampung saya.

Keduanya –kebetulan dan keberuntungan– merupakan sesuatu yang bisa diciptakan, dan sekaligus merupakan ’buah’ dari sebuah tekad dan ikhtiar.

Sejak punya keyakinan itu, rasanya banyak sekali kebetulan-kebetulan dan keberuntungan-keberuntungan yang saya dapatkan.

Contoh besar, banyak. Contoh kecil, tak kalah banyak.

Kali ini, saya memperoleh sebuah ’kebetulan’, yang saya yakini karena adanya tekad kuat untuk mengetahui sesuatu.

Saya merasa perlu menceritakan, untuk membuktikan bahwa kebetulan, keberuntungan dan bahkan proses LoA pun bisa muncul dari mana saja, dari segala sesuatu yang tidak kita duga. Mungkin karena itu pulalah awam lantas menamakannya dengan frasa ”kebetulan”.

Jum’at lalu, saya bertemu pengusaha muda, yang dari sekian banyak usahanya sedang berusaha mewujudkan salah satu mimpinya : membuat sebuah turunan usaha pokoknya dalam bentuk usaha : xxx Gourmet. Sebut saja begitu, karena beliau sendiri belum me-launching produk itu.

Jujur saja, saya belum mengerti arti ”gourmet”, tapi saya sangat tertarik dengan bentuk usahanya. Bahkan saya bertekad, suatu ketika bisa mengembangkan bersama dalam bentuk franchise.

Meskipun sama sekali nggak ngeh dengan arti istilah itu, saya style yakin saja (jujur, tentang bahasa asing, saya mengaku masih sangat kurang, sehingga batal berangkat S2 atas biaya dinas ke Amrik! Hehe..). Tapi, dalam hati saya bertekad, saya harus segera tahu.

Belum sempat membuka kamus atau mencari tahu dari sumber yang lain, tekad saya segera terjawab. Dan tahukah Anda, darimana saya mendapatkan jawaban itu?

Pasti Anda tak akan menyangka, bahwa pada akhirnya saya tidak hanya mengerti, bahkan bisa mengetahui makna kata ”gourmet” itu dari buku-nya Paul Hanna, You Can Do It! Yang 100% merupakan buku motivasional! Yak apa, kok isa? Apa hubungane, Rek?

Dalam buku terbitan Esensi itu, di halaman 130, ada sub judul ”Gourmand atau Gourmet?”.

Paul Hanna bercerita tentang sebuah perumpamaan besar yang biasa dipakai oleh orang Perancis, yang terkenal dengan tingginya hasrat terhadap gaya dan kualitas.
Kata mereka, dalam hidup kita punya dua pilihan : gourmand atau gourmet.

Gourmet sudah jamak diketahui orang, yakni berhubungan dengan makanan. Gourmet mengacu pada orang yang menyukai makanan dan berusaha mendapatkan kualitas. Sebaliknya, gourmand juga pecinta makanan, tetapi tidak peduli akan apapun jenis makanannya. Prinsipnya, semakin banyak semakin baik.

Gourmand memilih mengatur hidupnya dengan kelimpahan materi, tetapi tanpa kualitas yang baik. Sementara gourmet, lebih terfokus pada sesuatu yang tidak berlebihan, tetapi yang berkualitas.


Hikmah

Ck, ck, ck... luar biasa kekuatan tekad itu! Berawal dari ’hanya’ sekedar ingin tahu, Tuhan justru menunjukkan makna yang lebih dalam kepada saya. Tak sekedar menunjang pengetahuan dan obrolan bisnis di masa depan, tapi jauh lebih dari itu, saya mendapat sebuah pelajaran filosofi kehidupan yang amat penting.

Sehingga saat ini saya bisa bertanya lantang : mau menjalani hidup ala gourmand atau ala gourmet?

Dan saya pun akan menjawab lebih lantang pertanyaan yang saya lontarkan itu sendiri : GOURMET!



Semoga menginspirasi,

Fajar S Pramono


NB : Pak Emmile, please, jangan tertawa membaca postingan ini! Hehe...

1 komentar:

Sayapun ikut mengamininya mas fajar, memang loa hrs kita yakini keberadaanya.

Loa adalah hukum alam yang d ciptakan sang pencipta untuk kita...Kalau sempet mampir k blog sy mas, http://marketingaholic.Blogspot.Com