Pada suatu zaman, seorang raja menginstruksikan kepada seluruh rakyatnya untuk mengisi sebuah bejana madu, pada suatu malam tertentu. Aturannya, setiap warga harus membawa satu sendok madu, untuk kemudian dimasukkan ke dalam bejana yang diletakkan di atas bukit.
Sebagai perintah raja, seluruh warga kerajaan pun serta merta mengiyakan untuk melaksanakan. Namun, ada salah satu warga yang berpikiran nakal.
"Hmm.. kalaupun saya tidak membawa satu sendok madu, namun hanya membawa satu sendok air, tentu tak akan ketahuan oleh petugas kerajaan. Pertama, karena perintah ini harus dilaksanakan pada malam hari. Kedua, tentu kalau hanya kemasukan satu sendok air, kualitas madu yang ada takkan terpengaruh. Apalah arti satu sendok air dibanding ribuan sendok madu dalam bejana itu," pikir orang itu.
Dan benarlah. Pada malam yang ditentukan, seluruh warga kerajaan memenuhi perintah sang raja.
Namun, kehebohan besar terjadi pada pagi harinya, ketika sang raja membuka bejana di hadapan seluruh rakyatnya.
Apa yang terjadi? Ternyata bejana itu hanya berisi air! Tak ada bau ataupun tanda madu sedikitpun.
Rupanya, seluruh warga kerajaan berpikir serupa dengan salah satu warga yang saya ceritakan tadi. Mereka berpikir sama, bahwa tindakan kecil yang dilakukan tak akan berpengaruh kepada isi bejana. Nyatanya?!
***
Saya yakin, Anda sudah pernah mendengar kisah di atas. Banyak buku motivasi dan penyadaran yang mencuplik kisah tersebut. Terakhir, saya baca kisah itu di bukunya Pak Jamil Azzaini.
Pesan yang ingin disampaikan hampir sama : ketika suatu tindakan negatif yang kecil dilaksanakan secara kolektif, maka akibatnya bukan lagi masalah kecil, namun masalah yang sangat besar.
Ada juga kesimpulan : kesalahan kecil yang sengaja dilakukan, tetap saja berpengaruh negatif pada pencapaian sebuah hasil atau tujuan.
Ada juga kesimpulan yang lain : jangan pernah meremehkan hidup Anda dengan berpikir, "Ah, dunia ini tak akan rusak hanya karena saya meremehkan hidup saya. Toh saya bukan siapa-siapa...". Ini kesimpulan dari Pak Jamil.
Intinya, jangan pernah pandang remeh perbuatan kecil yang merugikan. Jika semua orang berpikiran yang sama, maka kumpulan perbuatan yang merugikan itu bukan lagi perbuatan yang kecil, namun perbuatan yang besar. Dan hasilnya, tentu kerusakan yang besar pula.
***
Bagaimana kalau kita artikan sebaliknya saja kisah itu?
"Perbuatan kecil yang baik dari masing-masing orang, akan membawa perubahan signifikan dan berarti besar bagi dunia ini."
Paling enak, mari memakai contoh.
Dalam sebuah rencana penyaluran sumbangan kepada anak yatim, setiap orang berniat dalam hati mereka sendiri-sendiri untuk melebihkan Rp 5.000,- rupiah dari ketentuan minimal infaq resmi sebesar masing-masing Rp 50.000,- per bulan.
Hanya melebihkan 10%-nya, bukan?
Namun, jika kumpulan infaq diperoleh dari sebuah forum yang beranggotakan 250 orang, berapa tambahan infaq dan pahala yang bisa kita dapat? Rp 1.250.000,-!
Uang sejumlah Rp 1.250.000,- itu tentu bukan jumlah yang sedikit untuk bisa dimanfaatkan oleh dan untuk anak-anak yatim itu. Berapa pula tambahan pahala bagi anggota forum tersebut?
Wallahu a'lam. Insya Allah bertambah, dengan keikhlasan yang diberikan.
Contoh lain, tentu banyak. Simak saja tulisan Andy F Noya berjudul "Empati" di buku kedua dari seri
Andy's Corner-nya (hal. 150). Tentang bagaimana jika kita mencoba "membantu" para pelayan restoran dengan seminim mungkin memberantakkan meja makan kita. Atau kalau perlu, seperti di luar negeri, membuang sampahnya sendiri.
Bukan untuk sok gaya atau sok kebarat-baratan. Tapi, bayangkan bahwa kita akan bisa membuat bahagia para pelayan restoran yang senantiasa bekerja dengan rutinitas itu, dengan meminalisir keharusan mereka untuk membersihkan sisa-sisa kejorokan kita.
Atau cerita tentang seorang bapak dan anak yang rajin membersihkan tanah kosong di kompleks rumah mereka, yang pada akhirnya membuat malu para tetangga untuk tidak mengikuti jejaknya. Padahal, bapak anak itu bekerja tanpa kata. Tak ada ajakan lisan ataupun langsung. Tak ada slogan, umbul-umbul, apalagi spanduk atau baliho, kata Andy.
So, kuncinya ada pada keteladanan. Keteladanan yang kecil saja.
Andy juga bercerita tentang kekuatan senyum. Jika saja satu orang tersenyum kepada minimal satu orang lainnya yang dijumpainya hari itu, berapa orang yang akan merasakan bahagia? Sekali lagi, hanya dengan satu senyum kepada satu orang yang lain. Hal kecil, bukan?
Juga kata "terima kasih" kepada orang lain. Kepada petugas tol, misalnya. Kata anak Andy, ucapan "terima kasih" merupakan "
magic word" yang juga akan membahagiakan orang.
Intinya, berbuat baiklah. Mulai dari hal kecil saja. Yang kita bisa sangat ikhlas melakukannya. Dan rasakan, bahwa kebahagiaan itu bukan hanya milik mereka yang kita beri "alat" untuk berbahagia tersebut, tapi juga akan memantul kepada diri kita sendiri. Kita pun akan bahagia.
Kalau saya Mario Teguh, mungkin saya akan berkata, "Lakukan perbuatan-perbuatan kecil yang baik itu untuk sekeliling kita, lalu perhatikan apa yang terjadi...."
Salam,
Fajar S PramonoIlustrasi : http://dequim.ist.utl.pt
5 komentar:
cuma blog walking, mas... n salut,tnyata blog-e apikk tenan. isnya juga mantab. keep writing ya mas....plis mampir jg ke http://www.d0kt3rn1n9s1h.com/
Terima kasih sudah bersedia mampir, Bu Dokter Ningsih...
Ah, rasanya lebih asik panggil Mbak Dokter aja. Toh usianya hampir sama.. hehe. Apalagi saya juga arek Kutoarjo... :)
Sama2 keep writing ya, Mbak.
Sementara saya baru ketemu "sexy me"-nya. Tak kalah mantab lah.
Tapi pasti nanti segera meluncur ke http://www.d0kt3rn1n9s1h.com/.
Thanks ya! Sukses buat Bu Dokter. Amien...
Mbak Ningsih, rupanya alamat Panjenengan kurang "wordpress"-nya ya.
Saya sudah mampir. Wow, satu kata : luar biasa!
saya jadi ingat hadis Qudsi, Ahabbul a'maali ilallaahi adwamuhaa wa inqolla. Amal yang paling disukai oleh Allah adalah amal yang dilakukan secara terus-menerus, meskipun itu sedikit adanya.salam
SUwun tambahannya, Mas Iqbal. Salam juga.
Posting Komentar