Banker on Writing

Ketika menulis adalah kebutuhan : katarsis, belajar dan berbagi

MENGUBAH PR MENJADI RP


"Apa bedanya seorang tentara waktu berangkat tugas ke Aceh, dan sepulang dari Aceh?" tanya sebuah anekdot.

Tak banyak orang di kantor yang bisa menjawab, ketika guyonan itu dilontarkan. Termasuk saya.

Sampai akhirnya, "Tentara ke Aceh bawa M-16, pulangnya bawa 16 M!" jawab si penanya sendiri.

Maksudnya?!

"Berangkat bawa senapan M-16, pulangnya bawa duit 16 M....," terangnya.

Lho?! Dari mana?!

"Dari mengawal ganja! Hahaha...," terangnya lagi.

***

Itu hanya sebuah anekdot, yang berkembang ketika Aceh lekat dengan GAM. Ketika Aceh "identik" dengan ladang ganja.

Cerita tentang M-16 dan 16 M itu sontak muncul dalam ingatan ketika beberapa waktu membaca status Facebook seorang sahabat : Mas Iim Rusyamsi, Presiden TDA (Tangan Di Atas). Ia menulis : "Bismillah...lanjut selesaikan PR untuk jadi RP...amin...". Juga catatan seorang kawan --Nur Habib-- tentang "Filsafat Bolak-Balik".

Apa hubungannya dengan anekdot di atas?

Enggak ada, memang. Saya hanya suka anekdot dan kata-kata "mutiara" yang gampang diingat dengan keunikannya. Lihat : M-16, 16 M. PR, RP. Saya terkesan, karena menurut saya, itu kalimat cerdas.

Tentang "Filsafat Bolak-Balik"-nya kawan Nur Habib, kapan-kapan saya sharing, dan kita bahas bersama.

***

Menyelesaikan PR untuk jadi RP. Hmm... menyelesaikan "Pekerjaan Rumah" agar menjadi "Rupiah". Great!

Mas Iim mengingatkan kita, bahwa banyak hal produktif yang bisa kita selesaikan. Bahwa banyak aktivitas yang bisa dijadikan ladang rejeki. Bahwa banyak pekerjaan tertunda, yang semestinya bisa segera memberikan hasil bagi kita.

Pemahaman ini tentu layak diperluas. Bahwa output produktivitas tentu tidak saja berupa materi. Uang. Ia bisa berupa apa saja yang positif bagi kehidupan kita.

Contoh : silaturahmi dengan teman. Ia mungkin tidak menghasilkan rupiah (baca : uang) kalau kita lakukan. Bisa jadi kita malah keluar uang. Untuk mentraktir misalnya. Tapi, berkah silaturahmi, bisa mewujud dalam hal yang lain. Networking bisnis, keliaran ide positif, pembelajaran tentang hal baru, sharing pengalaman, kesempatan, dan lain-lain.

Bagaimana dengan kesempatan berolahraga, misalnya? Ya, kesempatan itu sesungguhnya adalah "PR". Apa output-nya kalau kita kerjakan? Uang? Bukan. Kita bahkan mungkin membayar untuk menyewa gedung olahraga, membeli peralatan, dan lain-lain. Tapi, Insya Allah kita akan sehat. Dan sehat itu anugerah yang luar biasa, bukan?

Bangun pagi, membuat catatan yang (semoga) positif, lalu sharing. Dapet apa? Pahala, Insya Allah, amien. (Hehe...)

So, RP itu bukan sekadar uang. Ia bermakna "anugerah". Anugerah yang barokah.

Dan itu bisa diperoleh dari mana saja. Seorang istri yang dengan senang hati "mengerjakan PR" memasak untuk suaminya, Insya Allah beroleh pahala dan keharmonisan rumah tangga. Seorang karyawan yang "mengerjakan PR", yakni dengan ikhlas memberi bimbingan kepada teman kerja barunya, Insya Allah mendapatkan pahala, kehormatan dan kepantasan sebagai rekan kerja yang baik, sekaligus kehangatan sebuah "keluarga kantor".

Intinya : selama PR itu adalah kegiatan atau amalan positif, yang kemudian dikerjakan dengan baik dan ikhlas, maka ia pasti menghasilkan RP. Menghasilkan anugerah.

Itu janji Tuhan, bukan?

So, terima kasih Mas Iim, atas status-nya yang luar biasa.


Salam,

Fajar S Pramono


Ilustrasi : http://ceritalangitbiru.files.wordpress.com

1 komentar:

"Intinya : selama PR itu adalah kegiatan atau amalan positif, yang kemudian dikerjakan dengan baik dan ikhlas, maka ia pasti menghasilkan RP. Menghasilkan anugerah."

setuju mas Fajar, terima kasih untuk tulisan yang ringan tapi luar biasa :)