Banker on Writing

Ketika menulis adalah kebutuhan : katarsis, belajar dan berbagi

MANUSIA MANFAAT

Lahan itu tak seberapa luas. Hamparan itu pun tak semulus sebuah green di lapangan golf. Ada sebuah onggokan semen yang membatu di sana. Ada lebih dari satu lubang menganga, yang pada akhirnya menegaskan bahwa adalah got kotor di bawah lahan itu.

Tapi betapa orang sangat "merindukan"-nya. Betapa banyak insan yang menantikan "hak"-nya untuk bisa beraktivitas di atasnya.

Pagi dan siang hari, ia menjadi salah satu lahan parkir terbaik yang dimiliki deretan ruko di sana. Menjelang sore, ia akan dipenuhi lapak-lapak saudara-saudara pedagang pakaian, handuk, kaset, cd-vcd, kaus kaki, underwear, aksesoris, dan lain sebagainya. Begitu malam berganti pagi, di sana sekumpulan pedagang sayur mengurai kedinginan dinihari dengan aktivitas jual beli yang melimpahkan mimpi kesejahteraan bagi penjualnya. Sampai pagi, di mana lahan tersebut kembali memulai siklus hariannya.

Seluruh waktunya adalah manfaat. Seluruh denyut nadinya mengalirkan rahmat.

Mari kita bayangkan, kita menjadi lahan itu. Begitu bahagianya kita jika mampu menebar manfaat sedemikian rupa. Betapa senangnya hati ini manakala bisa terus berbagi kepada sesama. Betapa gembiranya bisa menjadi makhluk yang senantiasa dirindukan dan dinantikan.

Manusia. Tak banyak manusia yang bisa memberikan dan menebarkan manfaat sepanjang nafas kesehariannya. Pagi menebar rahmat, siang menebar maslahat, sore menebar manfaat, malam berbagi kiat. Buah pikirnya, ucapannya, pandangannya, gerakan badannya, aktivitas formalnya, dan segala apa yang dilakukannya --bahkan tidurnya--, selalu dinantikan banyak makhluk karena tak pernah lepas dari aspek kemanfaatan bagi sesama.

Karenanya saya selalu terharu jika ada yang berdo'a atau mendo'akan, agar kita bisa semakin bermanfaat bagi banyak makhluk Tuhan. Bahkan bukan hanya pada satu jenis makhluk bernama manusia, tapi juga makhluk-makhluk lain seperti binatang, tumbuhan, juga makhluk tak hidup yang ada di sekeliling kita.

Hanya dari sebuah lahan di depan bangunan kantor sebagaimana yang saya ceritakan di atas, kita bisa berkaca. Apakah kita sudah bisa menjadi manusia yang senantiasa memberi manfaat bagi sekeliling kita? Bagi keluarga kita, anak-anak kita, tetangga kita, perusahaan kita, negara kita, dan bahkan tanaman di halaman rumah kita?


Salam perenungan,

Fajar S Pramono


Ilustrasi : Media Indonesia

0 komentar: