Banker on Writing

Ketika menulis adalah kebutuhan : katarsis, belajar dan berbagi

INIKAH KE-INDONESIA-AN KITA?


Foto ini kuambil tanggal 03 Agustus 2009 kemarin. Di sebuah tempat yang sedemikian ramai, sesak dengan hingar bingar orang dan kerumunan aktivitas, pada sebuah siang yang terik.

Agustus. Bulan Agustus. Rasanya, sebagai orang Indonesia, kosa kata dan deretan huruf yang membentuk kata "Agustus" itu, segera saja mengingatkan benak akan suatu kemeriahan peringatan kemerdekaan. Kosa kata dan deretan huruf yang --segera saja--mengulik kebangsaan kita. Nasionalisme. Patriotisme. Kepedulian kepada negara. Seberapapun kecilnya. Seberapapun minimalnya.

Lantas, jika pada Agustus ini engkau melihat foto di atas, adakah rasa nasionalisme-mu itu terusik?!

Bendera memang sekedar simbol. Tapi ia adalah simbol negara. Simbol sebuah entitas. Lambang sebuah kedaulatan, dan cermin sebuah kekuatan berdiri sebuah kelompok manusia dalam sebuah negara.

Lantas, benarkah sebegitu koyak Indonesia kita, sebagaimana koyaknya bendera Merah Putih-ku itu?

Kenapa aku berteriak? Karena kuyakin itu bukan simbol tentang betapa heroiknya kita ketika merebut kembali kemerdekaan. Kuyakin itu bukan lambang dari sebuah pengorbanan "seorang Indonesia" yang harus terkoyak-koyak hati dan fisik tubuhnya demi Indonesia.

Kuyakin itu justru simbol ketidakpedulian kita akan negara ini saat ini.

Koyaknya bendera, koyaknya bangsa, yang justru timbul karena ketidakmautahuan kita atasnya. Keapatisan kita untuk peduli padanya.

Jika mengurus bendera saja tak berkenan, apa yang mau kita harapkan dari seorang anggota negara bagi bangsanya? Ketika mengurus hal yang kecil saja kita tak hirau, bagaimana kita mengurus kompleksitas dalam berbagai masalah negara?

Ingat. Semua hal besar adalah akumulasi dari hal-hal yang kecil.

***

Sekali lagi, mari kita pandangi foto di atas.
Sekali lagi, okelah, mari kita sadari bahwa bendera memang sekedar simbol. Okelah, ia memang masih terus berkibar. Lambang sebuah ketegaran dan kekuatan tekad. Mungkin.

Tapi juga sekali lagi, mari kita pikirkan dan yakinkan diri, apakah sekoyak dan selusuh itu Indonesia kita, dan sebegitu tak pedulikah kita semua pada negara ini?

Wallahua'lam.



Salam perenungan untuk Agustus kita,

Fajar S Pramono

0 komentar: