Banker on Writing

Ketika menulis adalah kebutuhan : katarsis, belajar dan berbagi

SELALU ADA KONSEKUENSI


Hampir dalam waktu yang bersamaan, beberapa hari lalu, saya "diingatkan" tentang konsekuensi dari sebuah keinginan.

Yang pertama, dari materi blog seorang kawan pengusaha salon. Bu Yulia Astuti namanya. Salon Moz5 "merk dagang" usahanya.

Ia menulis : "Bener juga ya... pengen aja nggak cukup!" (http://yulia-ku.blogspot.com tanggal 18 Maret 2009).

Intinya, ya cerita tentang orang yang pengen sesuatu, tapi sekedar pengen. Nggak pernah action. Diem saja. Nggak bertindak. Cuma diskusi. Omong doang.

Contohnya siapa ya, kira-kira? Ya saya ini! Ya Fajar S Pramono... hehe.

Banyak keinginannya, minim action-nya.
Banyak yang ingin dicapai, tapi usahanya mood-mood-an. Semangatnya naik turun. Mau berhasil dari Hongkong?!

Banyak yang sudah mengingatkan, tapi ya masih sering kumat-an. Ngeblog ini kan juga untuk menyemangati diri sendiri sebenarnya, tapi ya tetep aja kadang nggak konsekuen.

Lha Bu Yulia itu, saya rasa salah satu contoh yang konsekuen. Ia sangat meyakini bahwa keberhasilan hanya bisa diraih dengan action, action, dan action. Makanya, energinya tampak luar biasa. Nggak punya capek. Kesana-kemari, ikut seminar ini seminar itu, diskusi ini diskusi itu. Salut!

Anda bisa baca potongan-potongan perjalanan bisnis dan berbagai prinsip hidupnya di blog yang saya sebutkan di atas.

Ketika saya untuk kesekian kalinya merasa "tertampar" oleh Bu Yulia, saya membuka buku keduanya Farrah Gray, Get Real Get Rich! (Daras Books, Februari 2009).

Dhueeng....!!! Baru masuk Pengantar di halaman ix, serasa ada yang mengulang "tamparan" Bu Yulia. Bahkan kali ini terasa lebih keras!

Apa sih katanya?

"Semua orang ingin masuk surga, tetapi tidak ada orang yang mau mati..."

Nah lo... itu perumpamaan yang sangat ekstrim, tapi gilanya, saya setuju banget, dan tertampar banget!

Mungkin karena si penulis buku itu --Farrah-- memiliki pengalaman pribadi yang luar biasa tentang kekuatan tindakan. Coba baca lagi buku pertamanya, Reallionarie (Daras Books, November 2007).

Farrah memang meneruskan kalimatnya di atas dengan, "Semua orang ingin sukses, tetapi tidak semua orang mau melakukan apa yang dibutuhkan untuk meraih kesuksesan."

Kalimat yang "biasa' dan sering terdengar ataupun terbaca.

Tapi, perumpamaan tentang keinginan masuk surga itu lho...

Bukannya konsekuensi harus menjadi orang baiklah yang disebut Farrah sebagai "prasyarat" masuk surga, tapi justru "keberanian" untuk menghadapi maut. Bukan berarti disuruh bunuh diri lho... :) Pilihan perenungan yang sangat cerdas, menurut saya.

Menjadi orang baik dan taat, tentu tak ada seorangpun yang menggeleng kepala ketika diajak.

Tapi, kalau pertanyaannya "Mau mati?"

Hehe... kira-kira apa jawaban kita?

"Kan sudah ada takdirnya..."
"Nanti kan ada waktunya..."
"Belum siap kalee..." :)

Enggak salah sih. Kalau belum takdirnya, kalau belum waktunya, tentu tidak akan ketemu. Kalau belum siap tapi sudah waktunya, ya tetep putus lah nafas kita... :)

Tapi, semua itu tentu sekedar perumpamaan tentang sebuah konsekuensi. Bahwa harus ada sesuatu yang dilalui atau dilakukan untuk memperoleh sesuatu yang diinginkan.

Sejak membaca perumpamaan Farrah, saya merasa kekuatan saya bertambah. Kesadaran akan makna sebuah konsekuensi meningkat drastis. Mudah-mudahan saja, nggak ada peran mood baik dalam hal ini. Kalaupun iya, moga-moga saja mood buruknya sudah mati di dalam diri saya.

Pertanyaannya, apakah Anda juga tergerak?

Kalau iya, mari kita saling mengingatkan. OK?


Salam,

Fajar S Pramono


Ilustrasi : http://pandasurya.files.wordpress.com

0 komentar: