Banker on Writing

Ketika menulis adalah kebutuhan : katarsis, belajar dan berbagi

PROSES


"Mari kita menikmati proses, dan bersyukur!"
Ini ajakan posting kali ini.

***

Perjalanan berangkat kerja yang menciptakan pergantian suasana membuat saya teringat beberapa hal. Satu di antaranya adalah : kebahagiaan menikmati proses. Menikmati langkah demi langkah yang mau tak mau harus kita lalui dalam sebuah pencapaian tujuan.

Perjalanan tol Cawang-Cibitung, misalnya.

Dimulai dari kilometer 0 (nol) di Cawang, terus berjalan ke arah Cikampek, guna menuju sebuah tujuan : exit tol Cibitung, di seputaran kilometer 24.

Tujuan sudah jelas. Yakni, exit tol Cibitung. Perkiraan waktu pun sudah jelas. Lebih kurang, maksimal 30 menit perjalanan santai. Di luar kejadian force majour tentunya. Tekad pun sudah terangkai bulat.

Lalu, mari kita nikmati proses. Tengoklah panduan kilometer yang terpasang pada pagar pembatas antara jalur tol Cawang-Cikampek dan Cikampek-Cawang. Kilometer nol! Dan, perjalanan menuju tujuan pun kita mulai.

Dua ratus meter berjalan. 0/200. Artinya, kilometer ke-0 meter ke-200. Maju lagi, 0/400. Kilometer ke-0 meter ke-400. Artinya, perjalanan kita sudah maju 200 meter lagi. Begitu seterusnya. Kilometer 1. Kilometer 2. Kilometer 3..., 3/400..., 5/600..., 7/800..., 11/600..., terus..., teruuus..., dan terus nikmati perjalanan 200 meter demi 200 meter untuk menuju kilometer ke-24!

Nikmati setapak demi setapak langkah itu...
Sadari betapa menyenangkannya 200 meter demi 200 meter yang bisa kita raih dan kita capai dalam tahap demi tahapnya....
Syukuri kilometer demi kilometer yang telah kita lewati dalam rangka menuju tujuan kita di kilometer 24....
Yakinkan diri bahwa tujuan itu akan bisa kita capai dengan meneguhkan tekad dan pemahaman, bahwa kilometer ke-24 akan kita capai setelah kita lalui 200 meter demi 200 meter..., kilometer demi kilometer..., dan satu demi satu....
Sembari pastikan bahwa ketika kita berhati-hati, tak perlu terburu-buru karena cukupnya waktu pencapaian tujuan, kita akan sampai pada tujuan tersebut dalam waktu yang juga telah diperkirakan. Maksimal, 30 menit!

Nikmat sekali rasanya! Itu yang saya rasakan.

Atau ketika Anda yang tinggal di Jakarta berencana ke Semarang lewat jalur utara Jawa. Nikmati step by step yang pastinya akan Anda lalui. Cikampek, Indramayu, Cirebon, Brebes, dan seterusnya, sampai ke tujuan akhir di Semarang.

Sesekali, cobalah sandingkan peta kendati Anda tidak memerlukan peta lagi karena sudah sangat hafal jalur yang akan Anda lalui itu. Coretlah kota demi kota yang ada pada jalur perjalanan Anda, satu demi satu, maka Anda akan bisa melihat lebih jelas bahwa, "Oo.. saya sudah menempuh seperempat jarak perjalanan menuju Semarang." Bahwa, "Alhamdulillah, saya sudah menempuh separuh perjalanan dari pencapaian tujuan saya : Semarang." Bahwa, "Puji Tuhan, tinggal beberapa kota kecamatan lagi yang harus saya lalui untuk menuju goal saya : Semarang. Terima kasih, Tuhan..."

Sekali lagi, nikmatilah proses!

Maka setidaknya kita akan punya beberapa hal :

Pertama, kita akan selalu diyakinkan, bahwa proses yang kita lalui adalah benar menuju tujuan yang telah ditetapkan. Ketika perjalanan ini dimulai dari nol dan tujuan kita adalah 24, maka pergerakan mulai dari angka 0, kemudian 1, lalu 2 dan seterusnya adalah sebuah indikasi bahwa kita melangkah maju dan benar.

Namun, jika kita sudah sampai kilometer 14 dan berikutnya kita lihat bahwa kita justru kembali berada pada kilometer 12, berarti ada yang salah. Kita mundur! Lalu, cobalah periksa, apa yang salah? Jangan-jangan kita salah arah? Jangan-jangan perjalanan ini melenceng dari tujuan yang telah ditetapkan? Jika benar bahwa kita salah arah, maka perbaiki langkah kita, dan pastikan kita kembali menuju track yang benar ke arah tujuan.

Kedua, kita akan tahu, sampai di mana kita dalam konteks perjalanan mencapai tujuan itu. Kita bisa gunakan "petunjuk kilometer" tadi sebagai bahan evaluasi jangka pendek.
"Ah, kita masih harus banyak berjuang!"
"Alhamdulillah, sudah separuh lebih perjalanan kita!"
"Tinggal sedikit lagi, maka saya akan mencapainya!"

Kesadaran bahwa kita menuju tujuan yang benar, akan semakin membangkitkan semangat kita dalam mewujudkan tujuan itu. Kesadaran bahwa semakin hari kita semakin dekat dengan tujuan kita, akan memompakan adrenalin luar biasa yang semakin memacu gelora semangat untuk menggapai tujuan.

Ketiga, kesyukuran. Dengan "mengevaluasi" langkah demi langkah dalam perjalanan kita, maka kita bisa merasakan bahwa kasih sayang Tuhan mengiringi perjalanan mencapai tujuan ini. Karena hanya dengan petunjuk dan keridloan-Nya, langkah demi langkah itu bisa kita lampaui. Tak ada 200 meter berikutnya jika Tuhan memang tidak berkehendak untuk kita. Dua ratus meter, sangat cukup bagi Tuhan untuk menghentikan perjalanan kita. Tuhan bisa beri kita kecelakaan. Tuhan bisa beri kita kerusakan mesin. Tuhan bisa beri kita ban yang kempes. Dan sebagainya.

Selalu ada wilayah kekuasaan Tuhan dalam setiap langkah kita. Dan itu adalah hak prerogatif Tuhan! Mau diberikan sebagai ujian, mau diberikan sebagai hukuman, atau bahkan mau diberikan sebagai anugerah, itu rahasia Tuhan.

Intinya, tanpa ridlo Beliau, tak akan ada pencapaian berikutnya.

Gambaran perjalanan di atas, sama sekali tak beda dengan perjalanan hidup kita. Kita punya tujuan, dan sesungguhnya kita punya "peta" tentang apa-apa yang harus kita lalui.

"Pecahlah" tujuan hidup ini dalam sebuah "tujuan-tujuan kecil". Tujuan-tujuan jangka pendek. Kalau tadi kita harus menempuh 24 kilometer, pecahlah tujuan tersebut menjadi "kita harus menuju kilometer 1". Menjelang sampai, tetapkan tujuan jangka pendek berikutnya : kilometer 2. Besyukurlah ketika kita mencapai kilometer 1, dan mulailah perjalanan selanjutnya. Begitu seterusnya.

Melalui tujuan-tujuan hidup jangka pendek yang tetap terkerangka dalam upaya pencapaian tujuan jangka panjang itulah, kita akan bisa menikmati proses, dan mendapatkan --setidaknya-- tiga hal di atas.


Salam,

Fajar S Pramono


Ilustrasi : http://www.adaevidencelibrary.com

0 komentar: