Banker on Writing

Ketika menulis adalah kebutuhan : katarsis, belajar dan berbagi

PENYESALAN ITU BERGUNA


Tuh kan... persis seperti yang saya bilang.

Dalam salah satu posting saya terdahulu (Reaktif (+/-), Proaktif (+++), Pasif (---); Rabu 07/01/09), saya mengatakan :
"...Penyesalan memang kurang ada gunanya. (Saya tulis "kurang", bukan "tidak", karena saya kadang merasa menyesal itu ada gunanya juga... hehe)."
Dan malam tadi, saya beroleh teman, yang mengiyakan pendapat saya itu. Nggak tanggung-tanggung si teman itu : Mario Teguh.

Kata beliau, tak perlu selamanya menyesal dengan yang namanya kesalahan.

"Sebuah kesalahan akan berhenti menjadi kesalahan bila kita menggunakannya untuk menjadi pribadi yang lebih baik."
So, penyesalan tak selamanya merupakan sesuatu yang tak berguna. Jika setelah menyesalkan sesuatu, kita bisa menjadikannya pelajaran berharga untuk perbaikan diri, kenapa tidak?

Penyesalan adalah wujud nyata bahwa kita tahu bahwa ada sesuatu yang salah. Sesuatu yang tak berkenan. Baik karena kelakuan diri, kesalahan orang lain maupun karena keadaan.

Dari kelakuan yang salah itulah kita belajar. Dari kesalahan orang lain itulah kita berintrospeksi. Dan dari keadaan yang tak menyamankan itulah kita berkaca diri.

So, jadikan perbaikan diri sebagai tujuan dari munculnya sebuah penyesalan.

Penyesalan yang tidak menciptakan dorongan untuk memperbaiki diri, adalah penyesalan yang melemahkan. Dan inilah yang seringkali terjadi pada kita.

Pada orang-orang yang sukses, penyesalan membuat orang itu menjadi hebat. Karena dia mau belajar, mau berubah ke arah perbaikan diri.

So lagi, kata Pak Mario :

"Kalau Anda bisa menyesal untuk menjadi hebat, kenapa harus menyesal untuk menjadi lemah?"
Hmm... saya memilih untuk menjadi yang pertama. Menjadi yang hebat.

Anda?

***

Masih dari Pak Mario Teguh, ada sebuah penyesalan lain yang bisa menjadi pembangun. Yakni : menyesali sesuatu yang belum terjadi.

Bingung?

Begini ilustrasinya :
Jika Anda saat ini masih sekolah di sekolah menengah atas alias SMA, lalu membayangkan bahwa 10 tahun ke depan Anda menjadi seorang pengangguran, tidak diterima bekerja di manapun, tidak memiliki bisnis apapun, dan kesulitan menafkahi anak istri Anda karena kondisi ekonomi yang kurang baik, di mana itu semua diakibatkan karena Anda tidak belajar dengan serius pada saat Anda sekolah sekarang ini, apakah Anda akan menyesal?

Bila Anda saat ini tidak bisa menabung meskipun sudah berpenghasilan, istri tidak bekerja dan tidak pula berbisnis, anak-anak masih sekolah di usia dininya, lalu 10 tahun ke depan Anda sakit yang mengakibatkan Anda tidak bisa bekerja dan menghasilkan nafkah terbaik untuk keluarga, apakah Anda akan menyesal?

Saya yakin, semuanya akan menjawab "ya". Saya juga.

Pada akhirnya, Anda yang sedang sekolah merasa harus menjadi anak yang rajin dalam belajar.

Anda yang saat ini tak bisa menabung, akan berusaha menabung ataupun mencari alternatif pemasukan lain untuk menanggulangi kondisi darurat, apabila semua bayangan buruk tadi harus terjadi.

So, di situlah penyesalan menjadi sesuatu yang membangun. Yang menghebatkan.

So lagi, beginilah kata Pak Mario :

"Penyesalan adalah hal yang kurang mendidik. Namun, menyesali sesuatu yang belum terjadi adalah pendidikan yang memesrakan."

"Dia yang semasa muda menjadi budak dari kesenangan-kesenangan sementara, akan menjadi tawanan dari penyesalan-penyesalan di masa mendatang."
Lagi-lagi, hmmm... seperti yang saya dapat, apakah Anda mendapat sebuah inspirasi baru?


Salam,

Fajar S Pramono


Ilustrasi : http://farm1.static.flickr.com

0 komentar: