Banker on Writing

Ketika menulis adalah kebutuhan : katarsis, belajar dan berbagi

BIBIT


"... Ada banyak bibit di dalam diri manusia. Ada bibit kebodohan, keserakahan, kemarahan, iri hati, dendam. Ada juga bibit kesabaran, kasih sayang, cinta, memaafkan, persahabatan. Pertanyaan berikutnya, bibit-bibit mana yang kita sirami setiap harinya?"

--Gede Prama; dalam pengantar buku "Andy's Corner" Andy F. Noya yang kedua--


Buka internet pagi ini, untuk menyiram bibit yang mana?
Ngeblog hari ini, untuk menumbuhkan bibit yang mana?
Membaca buku sore nanti, untuk meninggikan bibit yang mana?
Rencana pergi esok hari, untuk memupuk bibit yang mana?
Agenda silaturahim besok siang, untuk mendorong bibit yang mana?
Bekerja kembali lusa, untuk mengembangkan bibit yang mana?
Ke tempat ibadah setiap harinya, untuk bibit yang mana?
Berdo'a setiap waktu, demi bibit yang mana?

***

Ayolah kawan, saya yang jahat atau Anda yang tidak jahat, semuanya tahu mana bibit yang sesungguhnya baik. Masalahnya hanya, mau atau tidak kita mengakui bahwa bibit-bibit itu baik, untuk kemudian kita pupuk tumbuh dan kembangkan.

Tak terpungkiri, kadang ada rasa malu ketika menyiramnya. Ada rasa takut dianggap "sok alim", "sok peduli", "sok sosial", "sok rajin", "sok religius", dan sok-sok yang lain manakala menumbuhkannya.

Itulah godaan. Itulah tantangan. Bahwa hasil akhir senantiasa menjadi lebih indah saat kita harus berjuang keras dalam meraihnya, itu adalah kemutlakan. Bahwa semakin keras perjuangan, derajat kenikmatan hasilnya juga semakin besar, itu adalah keniscayaan.

Lalu, kenapa musti mundur? Kenapa musti malu? Kenapa berhenti menyiram bibit yang baik?


Salam,

Fajar S Pramono


Ilustrasi : http://files.myopera.com

0 komentar: