Banker on Writing

Ketika menulis adalah kebutuhan : katarsis, belajar dan berbagi

HIDUP ITU LAYAKNYA NGONTHEL...


Saya suka dengan perumpamaan yang disampaikan M.K. Sutrisna Suryadilaga. "Hidup layaknya mengendarai sepeda," tulisnya di buku The Balance Ways.

Ada dua hal yang menjadi "kunci sukses" bersepeda.

Pertama, tidak boleh terlalu lambat dalam mengayuh. Kedua, harus ada keseimbangan. Tanpa keduanya, kita akan terjatuh. Kita akan "gagal" bersepeda.

Harus ada kecepatan minimal dalam mengayuh, agar kita tidak terjatuh. Artinya, sepeda harus terus berjalan. Bergerak.

Pelajarannya : agar hidup kita tetap "hidup", kita harus terus bergerak. Gerakan pun harus ada "kecepatan minimal"-nya. Terlalu lamban, kita akan tergerus oleh persaingan, hingga hampir tak ada bedanya dengan "mati". Stagnan. Tak pernah maju. Kalah.

Kecepatan minimal dalam mengayuh, juga merupakan salah satu syarat agar keseimbangan terjadi. Kendatipun kayuhan kita sudah melewati batas minimal, tanpa keseimbangan, kita tetap akan terjatuh.

Misal, setelah menghindari lubang, keseimbangan menjadi kacau. Dalam kondisi begerak kencang pun, kita tetap akan jatuh. Bahkan, akibatnya bisa parah.

Karenanya, keseimbangan menjadi sebuah kemutlakan.

Demikian juga dalam hidup. Apa yang harus seimbang? Antara keduniawian dan keakheratan. Antara yang material dan spiritual.

Bagaimana agar hidup ini bisa seimbang?

Dr. Kana Sutrisna --begitu panggilan keseharian M. K. Sutrisna Suryadilaga-- menawarkan konsep MAPP to RICH. Yakni Maximize Action, Planning, Pro-Poor, Ridha, Ichlas, dan Heart Voice.

Maximize Action. Maksimalkan Usaha. Lakukan usaha secara keras, cerdas sekaligus ikhlas. Singkirkan hambatan, dan belajarlah dari kesuksesan sekaligus kegagalan orang lain.

Planning. Tetapkan tujuan, jangan sampai salah jurusan. Persiapkan segala sesuatunya dengan cermat.

Pro-Poor. Dekatkan diri pada orang yang kekurangan. Baik itu kekurangan materi, ilmu maupun spiritual. Berbagilah. Jadikan mereka salah satu obyek amalan utama kita. Yakinlah, akan ada keajaiban dari berbagi ini.

Ridha. Terimalah segala kondisi hidup ini dengan keridhaan. Carilah keridhaan Tuhan, dan mari kita juga menjadi orang yang ridha kepada-Nya. Dengan menjadi orang yang ridha, maka kita akan menjadi orang yang merdeka, optimis, penuh semangat dan bahagia.

Ichlas. "Memberi"-lah kepada Tuhan, memberilah kepada sesama, kepada alam, secara ikhlas. Tulus. Maka kita akan menjadi makhluk sosial yang sukses, "kaya", ber-etos dan mampu menjadi problem solver.

Heart Voice. Dengarkan hati nurani. Jadikan hati nurani sebagai "panglima" dalam hidup kita, yang "wajib" diikuti perintahnya. Karena, hati nurani bersumber dari Tuhan yang Maha Benar. Jangan butakan hati, dan asahlah terus hati nurani ini.

***

Sungguh, saya suka perumpamaan "hidup layaknya mengendarai sepeda" itu.
Kalau itu sepeda onthel, maka dalam bahasa saya : hidup itu layaknya ngonthel... :)


Salam,

Fajar S Pramono


Ilustrasi : souvenirjogja.wordpress.com

0 komentar: