Banker on Writing

Ketika menulis adalah kebutuhan : katarsis, belajar dan berbagi

PRODUKTIVITAS


Ada beberapa teman yang kemarin menanyakan, "Kok tumben berpuisi lagi?"

Ada juga yang sekedar menanya, "Ada maksud apa nih, kok postingnya dalam bentuk puisi?"

Ya, ini berkaitan dengan posting saya sebelum ini (Ujung Lembata Masih di Mata).

***

Baiklah. Saya jelaskan. Bahwa "puisi" (saya kasih tanda petik, soalnya saya sendiri nggak ngeh banyak soal puisi, meski cukup banyak puisi saya yang "diakui" oleh redaksi media massa yang kemudian memuatnya, hehe...) yang saya buat kemarin hanyalah salah satu bentuk apresiasi saya atas sebuah produktivitas yang ditunjukkan seorang F. Rahardi.

Saya sendiri belum pernah mengenalnya secara langsung. Saya hanya sering membaca tulisan-tulisannya. Baik karya yang sastrawi (puisi, novel), esai (sastra, pertanian, agribisnis, bahkan politik) maupun karya dalam bentuknya yang lain.

***

Tentang produktivitas, apa yang sedang dilakoni oleh F. Rahardi tak ubahnya seperti apa yang dilakoni oleh Cak Eko (lihat posting "Luar Biasa, Cak Eko!"). Dalam waktu singkat --sejak Juli 2008, ia sudah mengeluarkan 2 buku (15 Jurus Antirugi Buka Usaha Rumah Makan dan "Obat" Paling Mujarab Sembuhkan Penyakit Penyebab Kebangkrutan Usaha), di luar buku pertamanya yang terbit tahun lalu (Resep Paling Manjur Menjadi Karyawan Kaya Raya). Hebatnya, dalam waktu dekat akan segera terbit buku ke-4-nya, yang direncanakan berjudul Kiat Menggapai Sukses dengan Modal Tekad dan Sedekah.

Atau juga produktivitas "gila-gilaan" seorang Arswendo Atmowiloto. Hanya dalam rentang bulan, setidaknya tercatat 5 buah novelnya diterbitkan pihak Gramedia : Horeluya, Blakanis, 3 Cinta 1 Pria, Dewi Kawi, dan Mereka Memanggilku Malaikat. "Gila" dalam arti yang positif : luar biasa...

F. Rahardi pun saya nilai sangat produktif di novel belakangan ini. Setelah Lembata, Ritual Gunung Kemukus, sebentar lagi kita "dijanjikan" akan bertemu novel ketiganya : Para Calon Presiden. Lagi-lagi, ck ck ck.. luar biasa....

***

Omong-omong tentang produktivitas, maka kita semua juga dituntut untuk produktif, di bidang kita masing-masing. Bukan begitu?

Namun, apa sih sebenarnya definisi produktivitas itu?

Definisi sederhana dan mudah dimengerti salah satunya adalah : perbandingan antara jumlah keluaran (performance) dengan energi (waktu dan tenaga) yang dikeluarkan.
Ini definisi "singkat padat" versi KH. Toto Tasmara.

Dan omong-omong lagi tentang produktivitas, tahukah Anda bahwa tingkat atau derajat produktivitas bisa diukur dari beberapa indikator, yang salah satunya adalah kecepatan jalan kaki per satuan waktunya?

Kalau sudah tahu, Alhamdulillah. Kalau belum, mari kita lihat.

Hasil penelitian Levine (1984), Guru Besar Psikologi dari California State University terhadap kecepatan jalan para pejalan kaki di beberapa negara menunjukkan perbandingan yang lurus dengan produktivitas manusia di negara yang bersangkutan.

Singkat kata, dari enam negara sampel hasilnya adalah sebagai berikut :

Untuk menempuh jarak 100 kaki (23,8 meter), maka manusia di :
1. Jepang, membutuhkan waktu 20,7 detik
2. Inggris, membutuhkan waktu 21,6 detik
3. Amerika, membutuhkan waktu 22,5 detik
4. Italia, membutuhkan waktu 23,6 detik
5. Taiwan, membutuhkan waktu 24,2 detik
6. Indonesia, membutuhkan waktu 27,2 detik.
Hmm....
Kesimpulannya, manusia Indonesia paling lamban (santai) dalam hal berjalan kaki.

Kenapa ini bisa dibandingkan dengan tingkat produktivitas? Karena, perspektif penggunaan waktu berkorelasi dan berpengaruh kuat terhadap proses psikologis, mulai dari motivasi, emosi, spontanitas, kesiapan menempuh risiko, kreativitas dan penyelesaian persoalan. Nah lo....

Tak cuma itu. ada juga riset "iseng" (tapi serius kok) tentang kecepatan mengetik manual. Di Indonesia, jarang sekali yang bisa mengetik dengan jumlah hentakan sebanyak 300 hentakan per menit. Bahkan, kursus mengetik di negara kita sudah akan menyatakan "lulus" jika kemampuan mengetik kita ada di angka 120 hentakan per menit.

Sementara, tahukah Anda berapa kecepatan mengetik para sekretaris berkebangsaan Amerika di Kedubes AS di Indonesia? Lebih dari 300 hentakan per menit, dengan tingkat kesalahan kurang dari 10 persen! Nah lo lagi...

***

Saya yakin, itu bukan masalah kaki kita lebih pendek dari orang Jepang, Inggris, Amerika, italia, atau Taiwan. Juga bukan masalah jari para sekretaris berkebangsaan Amerika itu lebih panjang atau lebih lentik dari gadis-gadis asli negeri kita.

Saya sendiri sering mengalami, betapa saya harus "bersusah payah" mengikuti para pengusaha sukses (enggak peduli ia orang Cina, Jawa atau Padang), ketika melakukan survey keliling pabrik, meninjau lokasi usaha dan sebagainya. Rata-rata kecepatan jalan kaki mereka di atas rata-rata! Buktikan sendiri.

***

Inti pertama, mari kita berbesar hati jika kita masih dinilai belum atau kurang produktif. Inti kedua, yakinlah, bahwa tak ada alasan fundamental bagi kita untuk "kalah produktif" dibanding orang lain. Inti ketiga, yakini bahwa kita semua masih bisa meningkatkan derajat produktivitas kita sampai taraf optimal, atau bahkan maksimal.

Ayo, kita bisa, Mas, Mbak!

F. Rahardi, Cak Eko dan Arswendo Atmowiloto sudah membuktikannya! Sekarang, giliran kita, Kawan!


Salam semangat,

Fajar S Pramono


Ilustrasi : http://azuranime.files.wordpress.com

0 komentar: