Banker on Writing

Ketika menulis adalah kebutuhan : katarsis, belajar dan berbagi

THE POWER OF KEPEPET -- the other version--


Sebentar lagi, Bang Jaya Setiabudi, salah seorang penebar virus entrepreneurship di negeri ini, akan meluncurkan buku pertamanya : The Power of Kepepet. Jika melihat kiprahnya selama ini, maka prinsip "kepepet-isme" itu lebih berarti pada kondisi keterdesakan, keterhimpitan, keterpaksaan dan sejenisnya yang sifatnya "mengancam". Di tengah "ancaman" itulah biasanya, kreatifitas kita muncul. Ide-ide cemerlang terbit. Keberanian untuk action mengedepan.

Namun, omong-omong, ada juga lho, "keterpaksaan" yang lain. Dan ini jelas-jelas "keterpepetan" yang disengaja. Diciptakan sendiri.

Begini. Beberapa waktu lalu, seorang senior saya bercerita, bagaimana ia pada akhirnya mau belajar menyetir. Bukan karena ia punya mobil, lantas tidak ada yang nganter sehingga ia tidak bisa bepergian. Kalau itu, kepepet beneran namanya.. hehe.

Yang terjadi, pada awalnya ia males banget belajar nyetir. Padahal jelas-jelas, ketrampilan itu dibutuhkan untuk mendukung aktivitas keseharian dan pekerjaannya. Dan, Anda tahu apa yang ia lakukan?

Ia membeli mobil, meski jelas-jelas ia belum bisa menyetir sendiri!

Apa maksudnya? Ya, ia akan merasa sayang apabila mobil yang sudah dibelinya hanya ngejogrog tanpa daya dan manfaat di rumahnya, hanya karena ia tak bisa mengendarai! Sayang juga kan, duit tabungan udah dibelanjakan, tapi ia sendiri seolah tak bisa menikmati?

Hmm..., masuk akal juga.

***

Masih dengan orang yang sama, beberapa hari lalu ia kami ajak main bowling. Meski belum pernah sama sekali menginjakkan kaki di arena lempar, bahkan belum pernah menyentuh bola bowling sekalipun, ia segera membeli sepatu bowling yang harganya cukup tinggi untuk ukuran kami! Gila, pikir kami.

Tapi, ia memang profil orang yang energik. Orang yang bersemangat, dan mau belajar. Ketika saya tanya, "Mau serius nih, belajar bowlingnya?"

Ia menjawab, "Justru inilah yang akan aku jadikan pemacu semangat. Bayangkan saja, aku udah beli ini sepatu. Gak tanggung-tanggung, kupilih yang terbaik. Ketika sudah keluar kocek segini besar, terus aku hanya sekali belajar dan berhenti, kan sayang sekali, Jar...."

"Aku pasti akan menyempatkan diri dan bermain di sini, jika ingat bahwa sudah sedemikian banyak biaya kukeluarkan. Seringkali, 'strategi' diri yang beginilah yang membuat aku cepat maju," katanya lagi.

Saya terdiam, hingga akhirnya sampai pada kesimpulan tadi : "kepepet" tidak selalu berkonotasi dengan "ancaman" yang menakutkan, tapi juga bisa berupa "rasa sayang alias eman", akibat investasi yang telanjur dikeluarkan. Sebuah "keterpepetan" yang menurut saya, menyenangkan. Ehm! :)

Dan sebenarnya, anjuran untuk action, action dan action sekaligus menggunakan otak kanan dalam ajaran wirausaha itu, memiliki "roh pola pikir" yang sama dengan the power of kepepet di versi yang lain tadi.

Contohnya saya. Saya merasa, tidak sedikit uang yang sudah saya tanam ke bisnis bakso saya. Jika hasilnya ternyata belum sesuai harapan, maka otak ini akan dipaksa berpikir, agar supaya aktivitas hariannya bisa sesuai dengan proyeksi. Jika tidak, eman kan? Sayang kan, uang yang sudah saya tanam tadi? Bisa hilang dan "menguap" begitu saja tanpa hasil....

Dalam dunia tulis menulis, saya pernah juga menggunakan "strategi" itu. Saya membeli laptop, tapi dengan sebuah target : bahwa dalam sekian bulan, saya sudah harus "mencapai BEP alias Break Even Point", alias lagi : bisa menghasilkan uang dari menulis untuk "menebus" biaya yang saya keluarkan untuk membelinya.

***

So, sama seperti kesimpulan banyak orang, bahwa sesekali "keterpepetan" itu harus kita ciptakan sendiri, untuk merangsang percik-percik ide dalam syaraf otak kita; untuk memancing kelenturan otot-otot aksional; dan untuk segera berbuat yang terbaik demi kemajuan diri.

Syukur-syukur memang, jika motivasi kita sudah bisa secara permanen muncul, sehingga tak perlu lagi lah, yang namanya "kepepet" itu.

Begitu?


Salam,

Fajar S Pramono


Ilustrasi : http://www.m-pijarharapan.com

2 komentar:

saya lebih tertarik dengan target BEP-nya Laptop itu lho :)

 

Hahaha... aku kan cuma bilang "menulis". Soal apa yang ditulis, artikel apa memo, ya pokoknya menulis... hihihi!

Sampeyan sudah BEP apa aja, Mas? :)