Banker on Writing

Ketika menulis adalah kebutuhan : katarsis, belajar dan berbagi

JASAD YANG SEHAT


Manusia (baca : saya) memang seringkali keterlaluan. Ia baru ingat kalau badan ini bisa sakit ketika sudah merasa kelelahan. Merasa nggak enak badan. Greges-greges. Merasa memang mau sakit. Pas "bersenang-senang" kerja, berbisnis, atau aktivitas apapun yang menyenangkan baginya, ia seolah "lupa" kalau badan bisa sakit.

Sama seperti pas punya duit. Ia kadang lupa kalau suatu saat duit itu bisa habis. Minim. Pas duit menipis, ia baru inget, bahwa masih banyak sekali kebutuhan yang harus terpenuhi. Bingung jadinya.

Tentang "kepemilikan" waktu, juga seringkali begitu. Pas punya waktu luang, malah over nyantai. Pas libur panjang, malah nggak ngapa-ngapain. Tidur seoanjang hari. Giliran waktu kosong habis dan diharuskan berhadapan dengan banyak deadline, bingunglah ia. Gedubrag-gedubrug. Waktunya kok sempit banget ya?

Ujung-ujungnya, si manusia itu (baca lagi : saya) nyesel. Kok kemarin memforsir tenaga ya? Kok kemarin terlalu boros ya? Kok kemarin nggak memanfaatkan waktu longgar untuk refreshing, bermain-main dengan anak dan keluarga, jalan-jalan menciptakan kebersamaan di tempat hiburan, atau mengisinya untuk mencicil beberapa pekerjaan yang tak terlampau membebani pikiran?

Telanjur. Nasi sudah menjadi bubur (wuih, perumpamaan yang klasik banget ya? Hehe..)

***

Merasa kecapekan, itulah yang mungkin sedang saya alami. Hari-hari belakangan, di tempat kerja yang baru, memang mengharuskan saya mengeluarkan lebih banyak energi.

Saya senang-senang saja, karena saya selalu berprinsip tentang "indahnya tantangan". (ceile! narsis memang...). Tapi ya itu, karena merasa "senang", jadi lupa, bahwa badan ini bisa capek. Bahwa raga ini punya keterbatasan. Semangat harus, tapi selalu ingat kapasitas. Meningkatkan kapasitas musti, namun harus ingat perlunya tahap-tahapan. Penyesuaian.

Lha itu yang sering saya lupa.
Pas merasa kurang sehat, baru inget : bagaimana jiwa kita bisa sehat kalau tubuh kita sakit?

Terima kasih pada satu iklan rokok di TV, tentang obsesi ber-"taste lebih" sebagai seorang orator. "Mensana in corpore sano!" teriaknya di depan kawan-kawannya.

Seingat saya, ungkapan itu berarti : di dalam tubuh yang sehat, terdapat jiwa yang sehat.

Betul kan? Bagaimana jiwa kita bisa sehat kalau tubuh kita enggak sehat?

Dan ternyata, tidak hanya jiwa yang akan sakit kalau badan kita sakit. Akal kita juga ikut sakit!

Tanyalah ke kalangan santri, seputar maqalah : "Al'aqlu al-saliim fi al-ljismi al-saliim". Akal yang sehat terletak pada jasad yang sehat.

Dus, makin jelas kan, kalau kita ingin jiwa dan akal kita ini sehat, maka jasad kita, tubuh kita, badan kita, harus sehat juga.

Dan disebut apa orang yang jiwa dan akalnya tidak sehat?
(Apa? Orang gila? Itu Anda yang jawab lho, ya... :) )

So, mari kita sehat, agar kita tidak menjadi orang "ge-i-el-a".


Sekian, salam.
--sebuah ingatan untuk diri sendiri--


Fajar S Pramono


Ilustrasi : www.foodbankrgv.com

2 komentar:

Terkadang yang berasal dari gedubrag - gedubrug itulah yang mempunyai kualitas sangat bagus, mungkin semuanya dioptimalkan, ya pikiran, ya tenaga, ya waktu dll, dst.
Karena merasa dideadline mungkin otak dipaksa berpikir lebih keras daripada saat senggang.
(ach...bukannya ini sekedar pembelaan diri saja dan pas kebetulan hasilnya bagus tetapi kok selalu begitu berarti emang qta harus gedubrag - gedubrug ya biar dapat optimal......... :D)

 

Mas Gus, eh, Mas Nhanks. Kalo seperti itu yang terjadi, itu berarti bahwa sesungguhnya apa yang menjadi agenda harian Mas Nanang masih jauh dari "menantang". Masih jauh dari kapasitas produktivitas Mas Nanang.

Lho, bener lho. Kalo ternyata kita masih bisa bagus, on track dan beroleh hasil maksimal di tengah tekanan kerja atau kejaran deadline, itu berarti aktivitas kita masih terlampau "ringan" bagi kemampuan kita.

Dan itu berarti, sesungguhnya masih sangat banyak yang bisa Mas Nanang lakukan, dengan tanpa mempertaruhkan kualitas hasil.

Percaya aja. Silakan renungkan kembali kalo belum yakin. Nanti lak Sampeyan akan mengatakan, "Iya ya...." :)