Banker on Writing

Ketika menulis adalah kebutuhan : katarsis, belajar dan berbagi

"SARAPAN PAGI" -- undur diri --


>>0<<
SARAPAN PAGI 170707 : "Jika Anda ingin meraih level kebahagiaan, maka atasi ego Anda. Buatlah sebuah keputusan berani untuk melepas perasaan ingin selalu menguasai, ingin selalu disetujui, dan ingin selalu dipuji. Di tiga area itulah egoisme kerap beraksi."
(Deepak Chopra, Penulis India)

>>1<<

Kalimat di atas, adalah "SARAPAN PAGI" yang pertama kali saya sampaikan ke teman-teman satu tim di kantor.

Alhamdulillah, sudah setahun persis ini, sampai dengan "SARAPAN PAGI 160708" yang saya sampaikan kemarin pagi, saya bisa "setia" pada komitmen saya.

Ya, sejak tanggal 17 Juli 2007 lalu, saya berkomitmen kepada diri saya sendiri untuk selalu memberi "sarapan pagi" kepada 7 orang teman satu tim marketing saya.

"SARAPAN PAGI" adalah deretan kata-kata (saya menyebutnya "kalimat-kalimat emas") yang secara sengaja maupun tidak sengaja saya temukan dalam keseharian saya. Dari buku, dari media audio visual, dari koran, majalah, bahkan dari obrolan dengan orang lain. Dari mana saja.

Selama "ia" bisa mencerahkan dan dalam pandangan saya tidak bertentangan dengan akidah, saya akan "ikat" ia sebagai sebuah hidangan "sarapan pagi" untuk saya sendiri dan teman satu tim.

"SARAPAN PAGI" sendiri merupakan istilah yang saya pilih, dengan dasar filosofis, bahwa apa yang kita "makan" pada pagi hari merupakan salah satu "penentu" seperti apa kita (minimal) dalam sehari itu. Ia adalah "bekal". "Modal".

Saya ingin teman-teman selalu memperoleh sarapan yang "terbaik" : yakni sarapan yang menginspirasi. Yang memotivasi. Yang mencerahkan. Yang membuat seseorang sekaligus bisa "introspeksi". Berkaca. Dan syukur-syukur, bisa berubah ke arah yang lebih baik.

Dalam catatan saya, sempat tiga atau empat kali saya "telat" memberikan sarapan pagi. Bukan karena tak siap dengan "menu sarapan", tapi lebih karena faktor lupa. Sempat juga beberapa kali "sarapan pagi" terpaksa berubah menjadi menu "makan siang" (bahkan juga pernah untuk "makan malam"), karena kealpaan tadi.

Lupa itu adalah lupa mengirimkan. Maklum, saya memilih cara "manual", dengan mengirimkannya lewat SMS ke nomor HP teman-teman, setiap pagi. Sengaja saya tidak memakai reminder atau sistem automatic apapun, karena ada tujuan di balik cara "manual" itu.

>>2<<
Apa tujuan saya dengan "SARAPAN PAGI" itu?

Pertama, mengingatkan saya sendiri. Deretan kata yang menggugah, merupakan salah satu "petuah" terbaik yang bisa saya dapatkan, dalam rangka menuju kehidupan yang lebih baik.

Kedua, seiring dengan posisi saya di kantor, saya ingin selalu memberikan "yang terbaik" kepada teman-teman tim. Dalam pada itu juga, saya ingin berbagi.

Ketiga, dengan komitmen untuk memberi "sarapan pagi" setiap hari, maka mau tak mau, sempat atau tidak sempat, saya harus "memiliki" stok sarapan pagi, minimal untuk hari itu. Itu membuat saya lebih giat membaca, lebih peka menangkap makna, lebih bersedia mendengarkan. Intinya, saya menjadi lebih rajin "belajar" dari sumber apapun, dan lebih sensitif dalam "mengikat makna".

Keempat, dengan cara "manual" yang saya ceritakan di atas, maka mau tak mau, sempat atau tidak sempat, saya harus membacanya (minimal sekali) dalam hari itu. Saya harus memastikan bahwa menu "sarapan pagi" hari itu bergizi. Dari memastikan, berarti secara tidak langsung saya membaca, mencoba menyerap makna, dan berusaha untuk berbuat yang sesuai dengan isinya. Artinya, itu juga pembelajaran yang kontinu untuk saya. Singkatnya, hari itu saya juga "belajar".

Kelima, "SARAPAN PAGI" adalah sarana untuk "menampar" diri saya sendiri. Artinya begini. Kalau saya bisa "memberi" motivasi, memberi arahan, memberi pencerahan dan bahkan prinsip-prinsip baru dalam hidup ini kepada teman-teman, maka saya akan --bahkan harus-- merasa malu jika ternyata saya sendiri tidak bisa menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Artinya, kalau saya mengingatkan orang lain untuk berbuat baik dan terus semangat, maka saya sendiri harus bisa menunjukkan bahwa saya adalah orang yang juga selalu berusaha menjadi "orang baik" dan penuh semangat juga. Malu dong, kalau hanya bisa ngomong, sementara tak ada "bukti" dari aksi kita sendiri.

>>3<<
Sampai dengan kemarin pagi, berarti sudah ada 365 sharing yang bisa saya berikan. Insya Allah, tak ada pengulangan menu dari 365 "sarapan pagi" itu. Yang ada hanya pengulangan tema.

Saya sendiri tak berharap muluk semua itu bisa diresapi, bisa diaplikasikan, atau bahkan bisa "mengubah" mereka.

Tidak. Saya membayangkan, jika 10 saja yang bisa digunakan sebagai prinsip baru dalam hidup kami, itu sudah sangat baik. Tak bisa 10, ya 5. Tak sanggup 5, ya 1. Kalau satu pun tak ada yang "nyanthol", tak apa. Ini bagian dari ikhtiar saya. Toh,semua itu hanya salah satu "metode" kepemimpinan yang saya ciptakan sendiri. Bukan permintaan dari siapapun.

Tapi saya yakin, pasti ada yang bisa kami jadikan pedoman untuk menjadi lebih baik dalam hidup ini. Insya Allah.

>>4<<
Mulai hari ini, saya "pamit" kepada teman-teman satu tim, saya tidak akan melakukan hal seperti itu lagi. 365 messages, bukan angka yang sedikit untuk bisa dibaca-baca kembali. Saya berharap, hari ke-366 ini menjadi awal sebuah siklus.

Kepada teman-teman, silakan dibaca dan "diputar" kembali menu "sarapan pagi" yang ada. Saya merasa, bukan saatnya lagi saya memberikan suapan "sarapan pagi". Syukur-syukur, ada yang bisa "menggantikan" saya, sehingga asupan "sarapan pagi" saya menjadi lebih bergizi dan bervariasi lagi. 365 pesan, hanyalah pengingat, bahwa kita selalu harus terus belajar, bahwa kita harus terus berusaha menjadi lebih baik.


Salam pembelajaran,

Fajar S Pramono


Foto : oier.multiply.com

6 komentar:

Seneng bahkan sampe merinding Mas, merasakan all out nya Panjenengan dalam suatu bidang yang telah menjadi kewajiban, terkadang kami rindu akan hal - hal kecil yang (InsyaAllah) bermakna tidak kecil, LUAR BIASA!!!!!

Itulah salah satu alasan, kenapa tiap pagi saya selalu menyempatkan untuk membaca blog Anda.

 

Duh, Mas. Jangan "tinggi-tinggi" menyanjungnya. Entar aku "jatuh" lho... :)

Btw, mohon do'anya saja, agar aku bisa istiqomah dengan komitmen-komitmen diri yang positif.

Kita sama-sama belajar, Mas.


Salam sukses,

Fajar S Pramono

 

Fiuuhhh... Sarapan Pagi yg selalu saya terima setiap hari selama satu tahun ini, bener bener menginspirasikan saya dalam berbagai hal.

And then... saya teruskan ke bbrp temen2 yang saat itu sitkonnya pas sekali dengan apa yg mereka rasakan.. Sehingga saya dibilang "Pintar" dan sangat "Bijaksana".... Hihihi...

"SARAPAN PAGI 060807 : "Kesuksesan bukan selalu kunci kebahagiaan. Namun, kebahagiaan selalu merupakan kunci kesuksesan. Jika Anda mencintai apa yg Anda kerjakan, Anda akan sukses."

----> "Bulls eye" Kena Sekali rasanya...


Makasih pak,sudah menjadi sumber inspirasi,sudah menjadi sahabat,sudah menjadi pimpinan yang sangat mensupport sekali,sudah menjadi tempat curhat yang oke (Bunda juga.. hehehe),sudah menjadi sharing partner dalam berbagai hal,sudah menjadi panutan...

Makasih pak,untuk semuanya!

Maaf ya pak,kmaren momentnya kurang tepat...


Semangat! Pak!

 

Alhamdulillah, Ricky, kalo ada SARAPAN PAGI yang "kena" di hati. :)

Ikut seneng juga, kalo pada kelanjutannya kamu juga bisa jadi "inspirator" buat temen2 kamu. Pintar dan sangat bijaksana! Ceileee...

Tentang rencana kamu ke depan, apapun itu, SAYA MENDUKUNG. Saya yakin kamu akan mendapatkan kesuksesan, karena jalan menuju kesuksesan itu benar-benar "dunia" kamu. Saya paham banget tentang itu.

So, terus semangat juga, dan saya akan segera mendengar kamu jauh lebih sukses daripada sekarang! Amien...


Keep contact!

Fajar S Pramono

 

Kalo ga repot "Sarapan Pagi" nya bisa di posting di blog biar saya bisa ngikuti, thanks

 

Untuk Mas Nanang :

Ya, Mas. Aku memang ada pikiran ke sana, tapi sedang memikirkan tentang "format"-nya. Apakah di blog tersendiri, atau gimana.

Pinginku sih, tetep di blog ini, tapi di "bagian" tersendiri yang tdk mengganggu posting2 yg lain/"reguler".

Saat ini aku sedang baca2 literatur ttg blog, utk cari ide itu. Maklum, otodidak.. hehe.

Atau, Panjenengan ada ide or petunjuk?


Salam,

Fajar S Pramono