Banker on Writing

Ketika menulis adalah kebutuhan : katarsis, belajar dan berbagi

JANGAN BIARKAN OTAK KAMU KOSONG!


Jangan berpikir saya sedang arogan, apalagi menggurui.

Judul di atas adalah kalimat yang ada di pembatas buku terbitan GagasMedia, dalam rangka Kampanye Gemar Membaca dan Menulis GagasMedia. Semalam saya mendapatkannya sebagai "bonus" buku Black Interview, karya Andre Syahreza.

Saya suka kalimatnya yang tegas banget. Lugas. Sedikit sarkastis memang. Apalagi untuk judul sebuah posting! Hehe...

"IT'S FUN TO READ AND WRITE!"

Itu deretan kalimat di bawahnya. Masih tegas. Masih lugas.

Ya, membaca dan menulis itu memang kegiatan yang FUN-NY dan FUN-KY kok! Maka, kadangkala, teman-teman yang sudah bisa "menjiwai" aktivitas baca-tulis heran. Bukannya baca-tulis sudah menjadi keseharian kita juga sejak kecil? Sekolah, harus membaca dan menulis. Jadi pekerja kantoran, begitu juga. Jadi pengusaha, sama saja. Jadi profesional, inggih sami mawon.

Tapi tentu, bukan "sekadar" itu yang dimaksud. Baca dan tulis diharapkan bisa menjadi "hobi" yang secara kuantitas dan kualitas lebih dalam dari sekedar "kewajiban" baca-tulis sehari-hari.

Membaca, berarti mengisi pikiran kita. Biar tidak kosong, seperti kata pembatas buku tadi. Menulis, berarti "mengikat makna", meminjam istilah Hernowo. Menulis, berarti menuangkan apa yang sudah ada di otak ke ranah media yang lain.

Merujuk "teori kendi"-nya Mas Nurudin yang dosen di Universitas Muhammadiyah Malang sono, kita harus terus membaca, agar selalu ada yang bisa "dituang". Dengan media analogi yang sama (kendi), maka kita perlu menulis alias "menuangkan", agar otak kita senantiasa memiliki ruang untuk diisi kembali. Ilustrasinya, mana bisa ilmu pengetahuan wawasan dan apapun yang sifatnya baru masuk ke otak kita, jika otak kita "penuh"? So, membaca dan menulis itu "satu kesatuan".

Saya mendukung kampanye GagasMedia tadi.

Ayo membaca. Ayo menulis. Tak perlu waktu lama, Anda akan sangat merasakan manfaatnya. Bagi jiwa, bagi tubuh. Bagi otak juga, tentunya.

So, tak boleh heran lagi jika di mobil selalu ada "stok" buku untuk dibaca kala memungkinkan. Tak perlu bengong jika melihat isi tas kantor lebih banyak memuat buku daripada kerjaan kantor itu sendiri.

Tak perlu heran juga jika "harta" di rumah lebih banyak buku ketimbang furniture. Tak perlu kaget juga jika Anda mendapat kado berupa buku dari saya, bukannya cincin emas permata berlian.

Pertama, karena saya yakin buku sangat bermanfaat. Kedua, "Cincin emas dengan permata dan berlian itu mahal banget, tau!"

Hahaha!


Salam baca, salam tulis,

Fajar S Pramono

2 komentar:

khan ada produk imitasinya Mas, kalo yg make Halimah Bambang Triatmojo pasti orang percaya itu berlian beneran, kalo yang make Mayangsari Bambang Triatmojo orang juga yakin itu berlian beneran meskipun mungkin hasil "mengamen" semalamannya Mayangsari di spring bed empuknya Mas Bambang, lha kalo yang make istri saya meski itu asli "yo gak ono sing percoyo cak" wong bojone wong kere dunyo tapi sugih kemlinthi.....:-)

 

Duh, duh... istilahe kok "manis" tenan : kere donya tapi sugih kemlinthi... hehe.

Eling, kabeh disyukuri, Mas... :)

Komen Sampeyan ini konek dengan posting Sampeyan tentang Chitta yang kemayu tur menangan : kuwi lak berarti persis bapake : kemlinthi!

Hahaha!


Salam nggo kabeh,

Fajar S Pramono