Banker on Writing

Ketika menulis adalah kebutuhan : katarsis, belajar dan berbagi

MARI MENJADI (SEOLAH) BODOH


Malam dan pagi ini saya banyak jalan-jalan ke blog kawan-kawan sastrawan kondang. Eka Kurniawan, Ratih Kumala, Djenar Maesa Ayu, Jonru, Pidi Baiq, Gus Muh, Nur Mursidi, Dewi Dee, Binhad Nurrohmat, dll. Perlu dicatat : istilah “kawan-kawan” ini adalah versi saya sendiri, karena saya yang merasa mengenal mereka. Sementara, mereka dijamin nggak kenal saya! Haha.
Tragis ya? Biarlah.

Swear, entah kenapa dan darimana, keinginan membuat sebuah karya sastra sudah setengah tahunan ini begitu menggelegak di dalam rongga otak, berimpit berpilin dengan urat-urat syaraf pikir yang lain. (Halah! Belum apa-apa, udah sok nyastra gitu! Hehe...)

Tapi, adakah larangan itu? Saya rasa tidak. Tak ada rambu bulat berwarna merah dengan sebuah garis melintang putih di tengahnya. You boleh masuk, itu artinya.

So, why not kenapa tidak? :)

Tapi lagi, saya belum bisa mulai. Entah memang belum mampu, atau belum mau ya? Pokok inti kesimpulannya : belum.

Sekarang, saya sedang belajar. Mempelajari. Mencari ajaran. Ngelmu. Golek ilmu. Mengais pengetahuan. (ini latihan bikin metafora –red)

Apa kunci agar kita sukses belajar?

INI PERTANYAAN SERIUS. Banyak sekali sekolah, kursus, training, seminar, dll dsb, yang bisa menjadi tempat belajar. Tentang efektifitasnya, kita sendiri kuncinya.

Dan kunci itu, ada dalam petuah, yang salah satunya selalu digembar-gemborkan oleh Bob Sadino. Dia kawan saya juga. Tapi saya nggak tahu, saya kawannya atau bukan. :)

Apa katanya? ”Jadilah goblok terlebih dahulu,” kata Bob.

Hah? Kasar banget sih, omongannya.

Eits, jangan keburu emosi. Kalau Anda tersinggung, itu memang tujuan dia. ”Biar mereka segera bersikap!” alasannya.
Itu memang gaya dia, sebagaimana eksentriknya gaya celana pendek dan bajunya yang seolah nggak pernah ganti baju itu. Itulah personal trade mark-nya.

Kita lihat saja makna di balik kalimat itu : dengan gobloknya itu seseorang mau belajar, mau memulai, mau berdiri jika jatuh, dan mau terus bangkit dengan segala rintangan yang menghadang.

And the golden words-nya adalah :
”SESEORANG YANG SUDAH MERASA PINTAR, BERARTI TELAH KEHILANGAN KESEMPATAN MENJADI ORANG PINTAR YANG SESUNGGUHNYA.”

Saya sependapat dengan kata-kata emasnya itu.

So, marilah ”merasa bodoh” untuk sesuatu yang akan kita pelajari. Agar pikiran kita terus terbuka lebar. Agar otak kita terus haus suplemen keilmuan. Agar hati kita senantiasa merendah untuk dapat dialiri air pengetahuan.

Di sisi lain, jangan lupa untuk tetap bersyukur, akan apa yang sudah berhasil kita raih.
Karena kadang tak baik juga, ketika kita senantiasa merasa kekurangan, sementara sejatinya Tuhan juga telah banyak memberikan yang terbaik di sebelumnya.

Mekaten, pareng.

***

Salam pencerahan,

Fajar S Pramono


NB : Kata-kata Om Bob saya olah dari rubrik ”Setrum Utama” Majalah Wirausaha & Keuangan edisi Juni 2008. Suwun, Mas Is!

0 komentar: